Setelah direndam dan dijemur, daun lalu digilas hingga menjadi lunak.
Menariknya, kaum pria dan wanita sama-sama memakai bantoko, yaitu rajah tubuh warna putih dengan motif budaya. Filosofinya simbol harmoni alam dan manusia.
“Baju adat memang menampilkan asesoris dengan warna warni yang kuat. Hal ini juga menjadi simbol keterbukaan masyarakat di Biak. Warna warni ini memang selalu jadi daya tarik. Inilah identitas dari Biak yang penuh energi,” jelas Onny.
Eksplorasi kekayaan Biak pun berlanjut. Festival Biak Munara Wampasi kali ini menampilkan snap mor, yaitu, menangkap ikan dengan peralatan khusus di perairan surut. Peralatannya dinamakan kalawai, yang berupa tombak dengan mata banyak.
Panjang kalawai sekitar 2,5 mm. Masyarakat juga mengandalkan lastok atau senapan molo untuk menangkap ikan.
“Kami memang tampilkan semua kearifan lokal di Biak. Hal ini selalu mendapatkan sambutan luar biasa dari para wisatawan. Kami gembira, karena festival ini ramai oleh wisatawan. Apalagi, wisman dari beberapa negara di Asia Timur dan Eropa sudah berada di sini seminggu,” tutur Onny lagi.
Dua hari menggelar event, Festival Biak Munara Wampasi 2018 dikunjungi sekitar 10 ribu pengunjung. Untuk wisnus di luar Papua, jumlahnya mencapai 80 orang.
Dengan tema "Experience Biak", festival ini juga menampilkan sisi lain kekayaan kuliner. Sebanyak 90 persen kuliner yang disajikan adalah khas Biak.
Baca Juga: Pamerkan Eksotisme Alam Papua, Kemenpar Gelar Festival Biak
Bahan bakunya dominan makanan laut. Festival ini juga menyediakan agenda makan ikan bersama dengan berat bahan baku hingga dua ton.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya mengatakan, experience berbeda telah diberikan Festival Biak Munara Wampasi.
“Festival ini sebenarnya event yang besar. Publik sudah familiar dengan festival ini. Melihat potensinya, Festival Biak Munara Wampasi masih bisa dikembangkan lebih besar. Kami tentu berharap, festival ini tumbuh menjadi yang terbaik di Papua untuk masa mendatang,” tutupnya.