Suara.com - Siapa sih yang tak suka cokelat? Pernahkah kita penasaran tentang bagaimana sejarah cokelat yang bisa berkembang di Indonesia dan menjadi salah satu kategori camilan terfavorit urutan keempat setelah kategori pastry, biskuit, dan permen dengan pangsa pasar hingga 776 juta dolar AS (Rp 11,2 triliun)?
Seorang Sejarawan Makanan, Fadly Rahman, mengatakan bahwa awal mulanya tanaman cokelat yang dihasilkan dari kakao, ditemukan di lembah sungai Amazon sekitar 400 tahun lalu. Tanaman ini lantas dibudidayakan menjadi minuman, yang saat itu disebut sebagai Xocoatl, berarti air pahit atau cairan pahit.
"Bangsa Maya dan Aztec lah yang memainkan peranan penting bagi keberlangsungan kakao saat itu. Mereka menganggap kakao sebagai lambang kesuburan dan praktik kesehatan, minuman kemakmuran atau minuman para dewa," ujar dia menjelaskan dalam acara Diskusi Media ‘Serba Serbi Cokelat’ di Jakarta, Kamis (2/08/2018).
Hingga akhirnya, kakao dibawa pertama kali oleh kolonial Spanyol ke Indonesia pada tahun 1560, yang saat itu masuk melalui daerah Minahasa setelah perjalanan panjang dari Spanyol melewati Filipina. Bibit kakao yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan ini akhirnya ditanam di Indonesia.
Baca Juga: Dimana Sebaiknya Coklat Batangan Disimpan?
Kakao pun mulai dikenal masyarakat pada tahun 1880, hingga akhirnya Indonesia memiliki perkebunan kakao di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Industri kakao ini berkembang sangat pesat di tahun 1938 dengan total 29 perkebunan kakao di Pulau Jawa.
Pada awal abad 20, masyarakat Indonesia mulai mengolah kakao menjadi bubuk kakao atau yang kita kenal sekarang dengan bubuk cokelat. Bubuk kakao ini, kata Fadly, biasanya diseduh dan diminum pada pagi dan malam hari sebagai penambah stamina.
Melihat peminat cokelat atau bubuk kakao semakin meningkat, seorang pengusaha dari Belanda pada tahun 1924 mendirikan perusahaan produk cokelat yang diberi ‘Tjoklat’. Inilah yang semakin mendorong pengembangan industri makanan yang berbahan dasar cokelat di dalam negeri.
"Di tahun 1925, perusahaan tersebut berinovasi dengan 63 cokelat batangan. Pada saat itu perusahaan ini juga mengekspor biji-biji kakao ke Amsterdam dan ke beberapa Negara Eropa," ujarnya menjelaskan.
Sekarang, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara penanam dan penikmat cokelat, setelah Ghana dan Pantai Gading. Tapi, Cocoa Life Director for Southeast Asia, Mondelez International Andi Sitti Asmayanti, mengungkap bahwa perjalanan cokelat di Indonesia tak lepas dari beragam tantangan.
Baca Juga: 6 Coklat dengan Bentuk Anti-mainstream, Berani Makan?
Ia menjelaskan bahwa meskipun Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, pertanian kakao masih menghadapi berbagai tantangan. Diantaranya karena pertanian kakao yang masih dilakukan secara tradisional, sehingga produktivitasnya pun rendah, sehingga ketertarikan petani untuk membudidayakan kakao pun rendah.