Suara.com - Kesibukan di dapur tradisional itu tidak berhenti dari subuh sampai sekitar pukul 16.00 sore waktu setempat. Duduk di sebuah dingklik atau kursi kayu pendek, adalah seorang nenek atau simbah 104 tahun yang yahud meracik mangut. Lele diasap dengan bara sabut kelapa, lantas dimasak dalam kuah santan pedas, menggunakan tungku tradisional. Penuh beluk atau asap mengepul dalam bahasa Jawa.
Perempuan itu dikenal sebagai Mbah Marto. Karena warungnya berlokasi di daerah Nggeneng, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, ia berjuluk Mbah Marto Nggeneng. Usia boleh renta, tetapi ia adalah simbah 104 tahun yang yahud meracik mangut.
Tangan rentanya lincah mengayunkan bendo, semacam parang kecil untuk merapikan bambu penusuk lele asap agar saat proses pemasakan tidak melengkung. Lantas ia sendiri mengulek bumbu, di antaranya cabai rawit dalam jumlah besar yang terlebih dahulu dididihkan.
“Ayo, ndang mundhut piyambak,” nenek berpostur kecil serta punggung bungkuk yang berbusana tradisional Jawa, kain panjang dan kebaya batik itu menyilakan Suara.com. Artinya, “Ayo, silakan ambil sendiri sana.”
Rasanya seperti tengah bertandang ke rumah nenek sendiri. Apalagi ia menambahkan ujarannya, “Kok milih cedhak beluk, mbok nang njaba kana,” atau “Mengapa memilih duduk di dekat tempat penuh asap begini, pilihlah tempat di luar sana.”
Lebih dari 10 tahun lalu, pasca gempa dahsyat di Yogyakarta pada 2006, Mbah Marto yang berprofesi sebagai pedagang mangut lele asap keliling berhenti berjualan buat sementara. Ia menunggu pemulihan kondisi lingkungan yang porak poranda karena amukan gempa.
Namun beberapa penggemar mangut lele asap khas buatannya tidak sabar menanti ia berdagang lagi, juga bertanya-tanya akan keselamatannya. Mereka mendatangi rumahnya di daerah Nggeneng ini.
Sejak itulah Mbah Marto membuka dapurnya bagi siapa saja yang ingin ngiras atau bersantap. Bukan membuka restoran atau warung secara khusus, namun berkonsep apa adanya.
Artinya, tamu yang datang silakan masuk melalui pintu depan atau pintu samping dekat sumur, langsung ke dapur tradisional dan memilih menu sendiri di sana. Mulai mangut lele, opor ayam dan telur, gudeg, sambel goreng krecek, krupuk, sampai tahu dan tempe bacem tersedia. Tentu saja ada satu bakul berisi nasi panas mengepul sebagai kawan utama bermacam hidangan itu.
Sesudahnya, silakan pilih duduk di mana saja. Di ruang tamu, ruang makan, sampai ruang samping kediaman Mbah Marto yang tak seberapa luas. Lokasi sederhana, tetapi nglawuhi, dalam bahasa setempat. Atau memiliki lauk sedap untuk disandingkan dengan nasi.
Di laman selanjutnya, adalah kisah, muasal bagaimana mangut lelenya bercitarasa dahsyat.