Suara.com - Pelabuhan Ujung di Surabaya pernah menjadi primadona masyarakat Surabaya yang hendak ke pulau Madura dan sebaliknya. Namun, hal tersebut tinggal cerita saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Jembatan Suramadu, penghubung pulau Jawa dan Madura, pada tahun 2009 silam.
Sepekan menjelang Lebaran 2018, Pelabuhan Ujung bagaikan pohon yang kurang siraman air. Sepi dan lesu menjadi kesan
pertama saat memasuki kompleks Pelabuhan Ujung yang pernah menjadi gerbang utama pintu masuk Surabaya-Madura.
Pelabuhan Ujung terletak di kompleks Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Di sebelah selatan berdiri Rumah Sakit Port Health Centre (PHC). Di pelabuhan ini, kapal-kapal yang beroperasi cenderung lebih kecil dari kapal feri biasa. Nama kapal-kapal yang digunakan pun mengacu pada tokoh lokal yang melegenda di masyarakat, seperti KMP Joko Tole, KMP Gajah Mada, dan KMP Trunojoyo.
Menurut cerita, dahulu sebelum jembatan Suramadu ada, Pelabuhan Ujung akan dipadati oleh puluhan ribu manusia yang antri akan naik ke kapal saat musim mudik seperti ini. Untuk mengangkut para pemudik tersebut, PT. ASDP selaku pengelola
menyiapkan 19 armada kapal. Bandingkan dengan kondisi saat ini, di mana hanya ada 3 kapal yang tersedia. Itupun satu kapal dalam status sedang diperbaiki.
Baca Juga: 5 Pemain Bintang yang Absen di Piala Dunia 2018
"Waktu menjelang Lebaran gini, dulu bisa mengular sampai RS PHC sana (sekitar 100 meter). Ada sekitar 25 ribuan penumpang kira-kira, tapi itu dulu sebelum ada Suramadu," ujar Manager Usaha PT. ASDP, M. Yusuf Affandi, saat ditemui Suara.com di ruang kerjanya.
Kapal yang dulu bisa beroperasi 24 jam sehari, kini hanya beroperasi mulai pukul 5 pagi hingga 9 malam saja. "Efeknya luar biasa, penurunan penumpang bisa mencapai 85 persen," terangnya.
Dari segi harga, ongkos menyeberang dengan kapal sebenarnya tidak terlalu mahal, hanya Rp 7.000 sekali jalan jika Anda membawa sepeda motor. Penurunan semakin drastis ketika tahun 2016 jembatan Suramadu memangkas tarif hingga 50 persen, di mana tarif untuk kendaraan roda dua digratiskan dan kendaraan roda 4 disesuaikan berdasarkan golongannya.
Pihak pengelola pelabuhan sendiri sebenarnya sudah melakukan upaya untuk memberikan kenyamanan bagi penumpang. Misal, dengan mempercantik dekorasi kapal untuk memberi kesan positif dari calon pengguna jasa.
"Upaya sudah dilakukan, tapi sesuai dengan budget yang ada. Intinya, biar masyarakat melihat kapal ini bagus, adem," ujar Yusuf.
Baca Juga: Kronologis Lakalantas Rombongan Mudik Bersama BUMN di Tol Cipali
Sementara itu, Guruh, salah satu pengguna jasa kapal penyeberangan di Pelabuhan Ujung, menuturkan alasan dia masih menggunakan kapal untuk menyeberang. Hal tersebut semata karena jarak rumahnya di Madura dekat dengan Pelabuhan Kamal Bangkalan. Justru dengan menggunakan jalur Suramadu, ia malah akan melintasi jalan yang memutar.
Guruh mengaku dari dulu dirinya memang kerap menggunakan jasa kapal. Dirinya pun tahu cerita kejayaan hingga keterpurukan pelabuhan Ujung-Kamal.
"Saya kerja di Surabaya sejak 2006. Dulu ini betul-betul ramai, bahkan dapat julukan pelabuhan paling ramai se-Asean," ungkapnya.
Masih kata Guruh, pengguna jasa kapal ini memang rata-rata adalah penduduk Surabaya Utara dan Madura Bangkalan bagian barat. "Orang Sampang, Pamekasan, dan Sumenep lebih senang menggunakan jembatan Suramadu semua. Tapi berbeda kalau mungkin mau nikmatin udara laut," ucapnya sambil tersenyum. (Moh Ainul Yaqin)