Masjid Jami' Peneleh, Masjid Peninggalan Sunan Ampel di Surabaya

Vania Rossa Suara.Com
Jum'at, 25 Mei 2018 | 18:29 WIB
Masjid Jami' Peneleh, Masjid Peninggalan Sunan Ampel di Surabaya
Masjid Jami' Peneleh Surabaya. (Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masjid Jami' Peneleh Surabaya diyakini masyarakat setempat sebagai masjid pertama di Surabaya dan merupakan salah satu masjid peninggalan Sunan Ampel. Namun sayang, keberadaannya kini kurang dikenal masyarakat.

Menurut ketua takmir Masjid Peneleh, Muhammad Sufyan, masjid yang dibangun sekitar abad ke-15 oleh Sunan Ampel ini dulunya merupakan daerah ramai yang berada tepat di sisi timur Kali Mas, sungai yang menjadi urat nadi lalu lintas perairan pada masa itu.

"Sunan Ampel menyebarkan agama Islam dari tempat ini berawal dari adanya komunitas muslim di daerah sini (Peneleh), dan mayoritas masyarakat saat itu masih beragama Hindu," ungkapnya.

Sufyan mengungkapkan, hingga saat ini sebenarnya tidak ditemukan bukti otentik maupun referensi mengenai masjid ini, namun masyarakat setempat meyakini bahwa Masjid Jami' Peneleh ini dibangun pertama kali oleh Sunan Ampel pada abad ke-15, jauh sebelum Masjid Ampel didirikan.

Baca Juga: #RamadanExtra Bikin Tokopedia Ngadat, Pengguna Kecewa

Meski merupakan peninggalan sejarah, namun pengurus masjid tidak berencana menjadikan masjid ini sebagai cagar budaya. Menurut pengurus takmir Masjid Peneleh, Supriyono, "Itu karena masjid ini dibangun dan direnovasi adalah dari swadaya masyarakat."

10 Tiang Soko
Masjid Jami' Peneleh berdiri di atas lahan seluas 999 meter persegi, memiliki 10 tiang soko, memiliki langit-langit yang tinggi dengan permainan kisi-kisi, menjadikan masjid ini terasa sejuk di tengah panasnya cuaca kota Surabaya.

Masjid Jami' Peneleh Surabaya. (Suara.com)

Sepuluh tiang utama penyangga atap ini disebut Soko Guru. Jarak antara atap dengan lantai masjid sendiri setinggi 9 meter, dihias dengan ornamen kayu serta kisi-kisi udara yang menggunakan sirip serta kaca kaca patri di sela-sela atap. Di setiap jendela masjid, terdapat kaca ukir yang cantik dan unik, menambah keindahan bangunan masjid ini.

"Filosofi yang diambil dari 10 tiang penyangga adalah jumlah 10 malaikat. Sedangkan jumlah 25 kaca hiasan jendela melambangkan nama-nama rasul," ungkap Sufyan.

Baca Juga: Tolak Setop Manggung, Penyebab Ovi Sovianti Digugat Cerai

Baru 2 kali renovasi
Pada tahun 1970-an, serambi masjid ini diperluas dengan tidak mengubah ornamen bagian dalam. Kemudian pada 1986, masjid ini kembali direnovasi dengan tetap tidak mengubah bentuk aslinya.

"Sejauh ini, sepengetahuan saya, baru dua kali dilakukan renovasi," ujar pria berumur 56 tahun itu.

Masjid ini memiliki menara yang besar dengan ketinggian 15 meter, yang dibangun pada tahun 1973 silam dengan arsitektur kuno.

Masjid Jami' Peneleh Surabaya. (Suara.com)

"Seluruh penyangga dan kerangka masjid ini terbuat dari bahan kayu jati pilihan. Rangka langit-langitnya berhiaskan huruf Arab yang memuat nama empat sahabat Nabi Muhammad, yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Tembok masjid dikelilingi 25 ventilasi dan 5 daun jendela. Di masing-masing ventilasi tersebut terdapat hiasan aksara Arab berupa nama-nama 25 nabi," tandasnya.

Jam matahari
Yang unik, sampai sekarang, masjid ini masih menggunakan jam istiwa untuk pedoman melihat waktu salat. Jam istiwa merupakan penunjuk waktu berdasarkan arah condong matahari.

"Kunci jam istiwa yang berada di bagian depan masjid itu dibuka oleh pengurus masjid, dan dilihatnya hanya pada saat-saat tertentu, utamanya setiap lima hari sekali. Keunikan lain dari masjid ini adalah bentuk bangunannya yang menyerupai kapal terbalik," kata Sufyan.

Markas laskar Hizbullah
Masjid ini konon juga pernah dijadikan markas oleh Laskar Hizbullah melawan penjajah. Untuk mengelabui musuh, dari luar tampak seperti masjid yang berfungsi untuk beribadah dan sebagaimana mestinya, padahal di dalam menjadi tempat berkumpul dan berdiskusi laskar Hizbullah.

"Dari luar memang seperti masjid, padahal semua dokumen dan tempat diskusi Laskar Hizbullah berada di dalam masjid. Bahkan, jika ada musuh yang melintas, tidak mudah meringkusnya, sebab kawasan tersebut dari dulu sudah merupakan daerah padat penduduk," tandasnya.

Keanehan bedug
Di dalam masjid Jami' Peneleh terdapat bedug berdiameter kurang lebih satu meter dan panjang dua meter. Menurut Supriyono, bedug ini dulu ditemukan hanyut disekitaran Kali Mas, tepat berada di depan kampung Peneleh. Bedug tersebut terhenti di aliran Kali Mas.

"Melihat bedug yang hanyut itu, warga mengambilnya dan membawanya ke Masjid Jami'. Namun bedug tersebut tidak digunakan karena rencananya akan digunakan di Masjid Sunan Ampel," ungkapnya.

Ketika bedug tersebut dipindahkan ke Masjid Sunan Ampel, suara yang keluar tidak sempurna. Selanjutnya, bedug dipindahkan ke Masjid Kemayoran di kawasan Jalan Indrapura. Hasilnya sama, suara bedug tidak terdengar nyaring. Akhirnya, diputuskan bedug dikembalikan ke Masjid Jami' Peneleh.

"Saat dicoba di Masjid Jami' Peneleh, suara bedug terdengar keras dan nyaring. Akhirnya, warga memutuskan menggunakan bedug tersebut di Masjid Jami'," kata Supriyono.

Masjid Jami' Peneleh Surabaya. (Suara.com)

Tapi kemudian, banyak warga yang datang dan mencongkel puing-puing kecil dari kayu bedug tersebut. Mereka memercayai bedug tersebut dapat menyembuhkan penyakit.

"Akhirnya pada tahun 1986, kami (Takmir) merenovasi masjid, dan sepakat melapisi bedug ini dengan kayu biasa yang sudah dihiasi ukiran kaligrafi untuk menghindari perbuatan yang tidak diinginkan. Agar tidak syirik," ungkapnya kepada wartawan Suara.com.

Sumur Sunan Ampel
Tidak hanya keanehan bedug, Masjid Jami' Peneleh juga meninggalkan cerita yang menarik tentang sumur peninggalan Sunan Ampel yang berada tepat di samping masjid. Tujuannya, memudahkan jamaah mengambil air wudhu. Warga meyakini, sumur itu sudah berumur setua masjid.

"Karena pada saat itu sumur tersebut banyak diburu orang, karena air sumurnya yang diyakini banyak orang memiliki tuah, Takmir pun memutuskan untuk menutup sumur tersebut untuk menghindari pengkultusan yang merusak aqidah," pungkasnya. (Moh Ainul Yaqin)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI