Suara.com - Cara unik dimiliki oleh penggiat Kota Lama Semarang dalam mempersiapkan diri menjadi kota warisan pusaka dunia (world heritage) dari UNESCO. Para tukang becak akan dilibatkan sebagai local guide atau pemandu para wisatawan.
"Konsep kota pusaka dunia UNESCO itu living heritage, jadi harus ada kehidupan nyata yang melibatkan masyarakat sekitar dalam berkebudayaan," kata Agus S. Winarto, dari Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang, kepada Suara.com, Minggu (20/5/2018).
Kawasan yang kerap disebut 'little Netherland' itu, menurut dia, selain gedung tua diaktifkan kembali, juga bagaimana ke depannya antara kebudayaan dan masyarakat sekitar berdampingan, saling melengkapi.
"Seperti di old town Melaka Malaysia itu hidup semua, jadi di Kota Lama juga nanti konsep seperti itu," ujarnya.
Agus yang juga pemilik gedung tua Monod Huis dari peninggalan Raja Gula Asia Oei Tiong Ham ini mencoba melibatkan masyarakat sekitar, yakni para tukang becak. Gedung dua tingkat yang mangkrak itu kini dirubah jadi tempat workshop batik nusantara.
"Gedung ini akan hidup dengan pusat kegiatan workshop batik, tapi kami juga harus berpikir agar lebih hidup masyarakat perlu dilibatkan. Salah satunya para tukang becak," jelasnya.
Agus juga mengupayakan pelatihan bagi para tukang becak menjadi local guide wisatawan. Dilatih untuk tampil bisa bercerita terkait Kota Lama baik sejarahnya, gedungnya maupun untuk diajak berkeliling di 116 gedung tua.
"Sebagai awalan kita sediakan 13 becak untuk di lukis batik, dan akan kita hibahkan. Total ada 29 becak yang dilukis," katanya.