Suara.com - Mengunjungi masjid-masjid bersejarah seperti Masjid Pintu Seribu bisa menjadi salah satu pilihan untuk memanfaatkan waktu di akhir pekan Anda selama Ramadan. Di tempat ibadah ini, Anda tak hanya dapat beribadah, tetapi juga menikmati keunikan bentuk bangunan dan sejarahnya.
Nah, kali ini Suara.com berkesempatan menyambangi Masjid Agung Nurul Yaqin yang populer dengan sebutan Masjid Pintu seribu. Masjid bersejarah yang dibangun oleh Syekh Al-Bakhir Mahdi yang akrab disapa Al-Faqir ini, kabarnya menelan dana Rp 19 miliar.
Masjid ini berada di Kampung Bayur, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang, dengan arsitektur yang diadopsi dari Mekkah dan didominasi warna hijau, emas, hitam dan putih ini dari luar tampak seperti bangunan tua yang tak begitu terurus.
Namun, jika Anda masuk ke dalam masjid yang memang dibuka untuk umum itu, barulah terlihat kalau bangunan seluas 2.125 meter persegi ini memiliki memiliki nilai sejarah, dimana semua pagar dan pintu menuju lorong Masjid Pintu Seribu berwarna keemasan.
Agung, salah seorang pengurus masjid mengatakan bahwa tidak bisa sembarangan memasuki seluruh ruangan, dan Masjid Pintu Seribu hanya dibuka pada waktu tertentu seperti, perayaan hari besar Islam atau selama Ramadan.
"Ini tidak dibuka setiap hari dan tidak semua orang masuk sembarang atau dapat mengabadikan kondisi masjid. Ini memang sudah aturan dan dibukanya juga diwaktu tertentu dengan pendampingan pengurus," katanya saat disambangi Suara.com, beberapa waktu lalu.
Peraturan ini berlaku lantaran ada belasan makam keramat para syeikh, ditambah kondisi bangunan masjid yang sudah tua dan beberapa bagian yang keropos, dikhawatirkan akan ambruk bila terus didatangi pengunjung.
"Kalau mau ibadah atau masuk harus isi buku tamu dulu sebelum memasuki masjid yang dibangun pada 1978 ini," ujarnya.
Bentuk masjid dan peraturan yang diberlakukan itu menjadi tantangan para pengurus, karena bangunan masjid yang tak umum, ditambah pernah pula masjid tersebut dituduh sebagai tempat menyebarkan aliran sesat.
"Pernah memang dituduh ada aliran sesat, karena bentuknya yang tak umkum dan tak terawat. Tapi, di sini hanya untuk berdzikir dan mendekatkan diri kepada-Nya," ungkap Agung.
Tak cuma itu Masjid Pintu Seribu juga memiliki cerita terkait ketidaksanggupan dalam menyelesaikan pembangunan masjid, karena anggaran yang tidak cukup dan wafatnya pencetus dari pembangunan masjid yang dimakamkan di masjid tersebut.
Kondisi itulah yang menyebabkan pembangunan akhir tak selesai dan menjadikan Masjid Pintu Seribu seperti bangunan kuno.
Bila Anda tertarik berkunjung, masjid ini hanya bisa diakses dengan kendaraan roda dua sekitar 12 kilometer dari Pusat. Pemerintahan Kota Tangerang, dengan waktu tempuh sekitar 15 sampai 20 menit. Untuk tiba di masjid ini Anda harus melewati gang kecil sekitar 100 meter.
Di sana, para pengunjung akan disambut oleh penjaga yang berada di depan untuk parkir dan mengisi buku tamu, sebelum berkeliling melihat bangunan Masjid Agung Nurul Yaqin.
Afana, pengunjung asal Bogor, Jawa barat, yang bertemu dengan Suara.com meski mengaku sedikit takut melihat bangunan masjid tua tersebut, namun ia kagum dengan arsitektur bangunan masjid yang dinilainya unik dan berbeda dari kebanyakan masjid.
"Kagum sih melihatnya, karena tinggi dan besar layaknya benteng, tapi saya takut juga melihatnya karena tidak seperti masjid, melainkan seperti bangunan tua peninggalan sejarah zaman perang gitu," ungkapnya.
Saat mengelilingi masjid bersejarah itu, Afana juga mengabadikannya dalam jepretan foto. Tak hanya itu, ia juga terlihat berapa kali asyik berswafoto, baik di luar maupun dalam masjid, meski tak semua ruangan dapat dieksplor.
"Ada aturan yang tidak boleh ambil sembarang foto sih. Ya, sedih juga, tapi tetap saya bisa ambil foto bagian luar dan beberapa bagian dalam yang diizinkan," tutupnya. (Anggy Muda)