Suara.com - Kementerian Kesehatan mengimbau agar restoran cepat saji atau fast food mematuhi batasan pemberian gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk makanannya sesuai dengan Permenkes No 30 tahun 2013. Pasalnya, angka kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia terus meningkat.
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama penyakit yang menimbulkan kematian sebesar 21,1 persen, disusul penyakit jantung dan pembuluh darah 12,9 persen, dan diabetes pada posisi ketiga sebesar 6,7 persen. Ketiga penyakit ini sama-sama dipicu oleh pola makan tak sehat seperti diet tinggi garam, gula, dan lemak yang banyak ditemukan pada makanan cepat saji.
"Kami mengimbau penyedia makanan untuk mengikuti takar saji yang kami tetapkan, yakni 5 sendok makan gula, 1 sendok teh garam, dan 5 sendok makan minyak," ujar dr. Cut Putri Arianie selaku Direktur Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam peringatan Hari Hipertensi Sedunia di Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Cut menambahkan, tak hanya imbauan pembatasan GGL, restoran cepat saji juga wajib mencantumkan informasi kandungan gula, garam, dan lemak sehingga masyarakat dapat mempertimbangkan sesuai dengan kebutuhan asupannya per hari.
Baca Juga: Pembawa Badik di Satpas SIM Daan Mogot Tak Terkait Teroris
Upaya pembatasan GGL bukan tanpa alasan. Setiap tahunnya, BPJS Kesehatan menggelontorkan biaya sebesar Rp 18 triliun untuk membiayai perawatan penyakit jantung, Rp 6,5 triliun untuk penyakit gagal ginjal, Rp 6,3 triliun untuk kanker, dan Rp 3,2 triliun untuk penanganan stroke. Padahal, penyakit berbiaya mahal ini bisa dicegah dengan pola hidup yang sehat, salah satunya diet seimbang.
"Kita mencoba mensosialisasikan 'Germas' ke masyarakat dengan pendekatan keluarga. Masyarakat diimbau makan buah dan sayur, deteksi dini. Kita juga mensosialisasikan CERDIK agar masyarakat mau mendeteksi dini gejala yang dirasakan ke posbindu, ke puskesmas terdekat bisa periksa gula darah, tekanan darah, kolesterol," tandas dia.