Mbok Cikrak sendiri mengaku tak memiliki pengalaman buruk selama bekerja sebagai 'babu'. Bahkan dirinya telah dipersunting oleh lelaki lokal Taiwan dan kini membantu mengurus bisnis travel milik suaminya tersebut.
Dari situ cerita bermula. Ia pernah diberi label calo bandara karena keaktifannya mengurus para tenaga kerja.
Namun Mbok memilih tutup telinga. Ia mengaku tetap membantu dan ikhlas bekerja. Secara aktif Mbok menerangkan mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebelum pulang ke Indonesia.
"Yang enggak boleh itu kayak (bawa) senter, pulang ke Indonesia kadang-kadang teman-teman bawa senter, raket listrik, kipas angin soalnya barang-barang itu di pasar malam sini kan murah banget. Jadi, mereka bawa buat di kampung. Ternyata enggak boleh dibawa pulang, harus di cargoin," ujarnya.
Bukan hanya aktif woro-woro di Bandara Taouyan, Mbok Cikrak juga menggunakan metode baru dalam berbagi pengalaman dan masukkan dengan para TKI yang hilang arah.
Mbok Cikrak memanfaatkan hampir semua platform media sosial mulai dari Facebook, Youtube hingga Bigo Live. Dari situ Mbok mulai melayani pertanyaan dan sesekali menghibur agar penontonnya tak bosan.
"Iya aku sering di Bigo. Jadi, mereka tanya dan aku bisa langsung jawab, kasih saran. Pokoknya memanfaatkan apa yang ada," kata dari ibu dari dua anak itu.
Dari Bigo, Mbok bisa mendulang sekitar Rp 15 juta per bulan. Uang tersebut belum termasuk usaha kosmetik yang dijalankan Mbok Cikrak.
Pundi-pundi rupiah tak dimasukkan semua ke kantong pribadinya. Melalui yayasan, Mbok membantu kehidupan sekitar 200 anak yatim.