Suara.com - Menjadi penyandang lupus bukan hal mudah untuk diterima seseorang. Beragam gejala bisa dirasakan, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Pada tahap awal, odapus atau orang dengan lupus bisa mengalami demam tinggi, rasa lelah berlebihan, ruam berbentuk kupu-kupu di wajah, sariawan yang tak kunjung sembuh, rambut rontok, nyeri dan bengkak di area persendian, nyeri dada, hingga kejang. Gejala yang tidak khas ini membuat para odapus telat mendapatkan penanganan.
Tiara Savitri salah satunya. Ia didiagnosis mengalami lupus sejak 1987. Mulanya Tiara hanya mengalami demam tinggi yang selama ini hanya diduga tipus. Hingga akhirnya gejala ini merambat ke seluruh organ tubuhnya.
"Sembilan bulan di rumah sakit gejala demam tinggi, diduga tipus, dikasih antibiotik sembuh pulang. Semua gejala saya kena. Semua organ saya sudah kena," ujar Tiara.
Baca Juga: Imigrasi Malaysia: Sekarang Kami Larang Najib dan Rosmah
Tiara mengatakan saat itu informasi tentang lupus masih sangat minim. Bahkan dokter yang menanganinya hanya memberikan penjelasan yang irit pada pasien. Namun dengan keinginan yang kuat untuk sembuh, Tiara patuh menjalani pengobatan. Ia juga tak ragu mencari informasi dari sana-sini mengenai lupus.
Kini Tiara telah menjalani remisi, ia tak perlu lagi mengonsumsi obat-obatan. Menyadari bahwa Tuhan telah memberikan kesempatan untuk hidup lebih lama, Tiara pun berjanji ingin berbagi kepada orang banyak. Ia mewujudkannya melalui Yayasan Lupus Indonesia yang berdiri pada 1998 silam.
"Dulu saya nggak tahu apa itu lupus. Dokter zaman dulu menjelaskannya juga singkat. Sekarang, dokter lebih membumi. Dua kali masa saya melewati lubang jarum, saya ingin membahagiakan orangtua dan berbagi pada orang banyak. Dan akhirnya terbentuk Yayasan Lupus di 1998," tambah dia.
Baca Juga: Panas, Saling Sindir Istri Sunu Eks Matta Band dan Umi Pipik
Kini Tiara didapuk menjadi Ketua Yayasan Lupus Indonesia. Tiara mengatakan berbagai kegiatan yang diadakan oleh komunitas lupus ini antara lain program kelompok edukasi bagi odapus dan keluarganya, kunjungan odapus di rumah atau rumah sakit, konseling, pelatihan bagi para pendidik, dan berbagi pengalaman dengan sesama odapus.