Suara.com - "Saya adalah mantan pecandu narkoba selama 20 tahun. Saya pengedar, anggota gengster dari umur 16 tahun dan mantan narapidana di San Quentin, Amerika Serikat, " beber Motivator Michael Howard mengisahkan masa lalunya yang kelam di hadapan puluhan siswa dan siswi menengah atas, dalam seminar bertajuk Generasi Anti Narkoba, Young Creative Festival di Mal Ciputra, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia mengaku kehancuran hidup yang dialaminya diawali dengan latar belakang keluarganya sendiri. Sejak usia 7 tahun, orangtuanya memasukkan Michael ke sekolah asrama, di Batu, Malang, Jawa Timur, dengan alasan untuk melatih kedisplinan sejak dini.
Sayangnya, bukan hal itu yang Michael dapatkan. Di asrama, orangtuanya justru jarang sekali mengunjunginya. Ia nmengaku kecewa dan tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup. Bahkan, sejak kecil Michael juga sering mengalami kekerasan yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri.
"Setelah bertahun-tahun minta pulang dari asrama, nggak dikasih. Di usia saya 10 tahun, kami sekeluarga dapet panggilan green card hingga akhirnya pindah ke AS," ujar lelaki berkacamata ini.
Baca Juga: Tercyduk, Marcell Darwin dan Yuki Kato Jadian?
Memulai pendidikan di AS sejak kelas 5 Sekolah Dasar (SD) bukanlah hal yang mudah bagi Michael. Saat di AS, Michael semakin merasa kesepian lantaran orangtuanya sibuk bekerja.
Lelaki kelahiran 1980 ini lantas mencari kesenangan dan kasih sayang di luaran dengan mulai menggunakan narkoba di usia yang masih sangat muda, yakni 12 tahun. Ia mengaku kali pertama mulai 'berkenalan' dengan ganja dan kokain karena teman-teman sekolahnya
Masuk Penjara Anak di AS
Di usia 14 tahun, Micahel pun mulai berteman dengan geng jalanan dan bergabung menjadi anggota gangster di usia 16 tahun. Sejak saat itulah, hidupnya semakin hancur. Parahnya lagi ia bahkan pernah dijebloskan ke penjara anak-anak akibat narkoba dan sepak terjangnya yang melawan hukum.
Menurut Michael, menjadi anggota geng memang mengharuskannya untuk berani melakukan perbuatan yang melawan hukum, seperti penyalahgunaan narkoba dan bertarung dengan teman-teman sebayanya. Setelah itu, dia juga diharuskan untuk menyerang orang yang ditunjuk bosnya secara acak di jalan.
“Saya sebenarnya ingin menghabiskan waktu dengan keluarga, namun tidak mendapatkannya. Nah, akhirnya saya cari itu di luar, masuk geng. Moto geng di Amerika itu 'we are family'," tutur Michael.
Baca Juga: Rayakan Kemerdekaan di London, Rider Indonesia Singgah di India
Saat menjadi anggota geng, Michael mengaku semakin mudah mendapatkan narkoba. Bukan hanya sebagai pemakai, dia juga menjadi seorang bandar. Dari sanalah ia mulai mendapatkan uang yang membuatnya kaya raya dan tidak merasa kekurangan.
Dari kegiatan ilegal ini, ia bahkan bisa mendapatkan 8-11 ribu dolar AS per bulan. Michael bisa membeli apapun dan melakukan apapun untuk kesenangannya, seperti karaoke, judi dan pergaulan bebas.
"Walaupun jadi bandar, polisi nggak pernah curiga. Karena kemana-mana saya pakai mobil mewah, pakaian rapi. Padahal kalau dibuka kap mobil saya isinya narkoba sama pistol semua,” ungkapnya yang juga pernah bisnis senjata ilegal.
Narkoba, lanjut Michael, benar-benar mengendalikan dirinya. Berkali-kali ia harus berurusan dengan kepolisian hingga akhirnya salah satu teman dekatnya, sesama pengedar ditembak mati polisi.
Kejadian itu membuatnya terpukul dan menjadi lebih sering berdiam diri di rumah. Ia juga mulai mengurangi pemakaian narkoba.
"Saya mulai berpikir, minum setiap hari, bisa makan yang enak, bisa beli apa saja, tapi kok saya masih merasa tidak bahagia. Sesuatu yang saya cari dari kecil itu, seperti masih belum bisa saya temukan. Di tambah lagi satu persatu teman saya di geng itu meninggal, lama-lama saya mulai berpikir," ceritanya panjang lebar.
Dilarang Masuk AS Seumur Hidup dan Bertobat
Tekad bulatnya untuk benar-benar berubah dan keluar dari 'lubang hitam' tersebut muncul saat kali ketiga Michael dijebloskan ke dalam penjara. Kali ini kasusnya penyerangan terhadap salah satu anggota saudaranya.
Ia terpicu emosi ketika disindir mengenai latar belakangnya sebagai pecandu narkoba. Michael kemudian dijebloskan ke penjara San Quentin dan sempat beberapa kali dipindahkan, karena terlibat dalam pertengkaran.
Menjalani hari di penjara Amerika yang lebih ketat peraturannya ini bagi Michael seperti hidup di neraka.
"Setahun setelah saya menerima bahwa saya berada di dalam penjara, saya mulai bertanya kenapa saya ada di sini? Jawabannya simpel, apa yang kamu tabur, pasti itu kamu tuai. Kamu banyak menabur kejahatan, jual narkoba, jual pistol, jadi jangan heran kalau kamu menuai penjara. Jadi jangan menangis," ujar dia yang juga pernah masuk dalam agama satanis di Amerika.
Tak lama, Michael pun mendapatkan vonis deportasi. Pada 2014, kepulangannya ke Indonesia didampingi aparat keamanan dari U.S. Marshals yang ditugaskan untuk memastikannya benar-benar sampai di Indonesia.
Ia harus menerima vonis tersebut, karena tindakan kriminal yang sudah sangat keterlaluan. Michael bahkan tidak diizinkan lagi untuk kembali ke AS seumur hidupnya.
"Jadi di dalam penjara mulai pelan-pelan untuk bertobat. Saat dideportasi saya sudah punya tujuan bahwa saya mau hidup benar, apapun, gimanapun caranya, saya sudah berjanji sama Tuhan bahwa saya tidak akan mengambil jalan yang salah dengan cara cari uangnya," ujarnya.
Menjalani hidup seorang diri di Indonesia dan harus memulainya dari nol membuat Michael merasa sangat ketakutan. Ia mengaku sangat membutuhkan bimbingan.
Namun lelaki yang jago main piano ini tak patah arang dan terus berjuang. Ia mulai rajin memberikan kesaksian hidupnya di hadapan para narapidana di rumah tahanan.
Semua kisah perjalanan hidupnya lantas Michael tulis menjadi sebuah buku berjudul 'Return'. Sejak itu kiprahnya menjadi seorang motivator Indonesia mulai melebar.
Dia pun mendapat kesempatan untuk satu panggung dengan para motivator kenamaan, di antaranya Merry Riana, Tung Desem Waringin dan James Gwee.
Michael percaya bahwa Tuhanlah yang membawanya sampai ke titik ini. Dia benar-benar tahu maksud Tuhan dalam hidupnya.
"Hidup ini pilihan, simpel, pilihan Anda akan menentukan masa depan. Untuk keluar dari dunia seperti itu perjuangannya susah sekali seperti merangka dari liang kubur. Tapi saya tidak pernah menyerah," tutup Michael, yang pernah menelurkan Single bertajuk Satu Mata Hatiku.