Suara.com - Musik tradisional jenis Hawaiian menyambut muka lusuh para jurnalis yang baru saja tiba di Bandara Pattimura, Kota Ambon, Maluku, siang pekan lalu, setelah terbang 3,5 jam dari Jakarta.
Hawaiian, jenis musik asal Maluku yang dikenalkan sejak Perang Dunia II. Dinamai Hawaiian, jenis musik ini hanya bisa ditemui di Maluku dan Kota Hawaii di Amerika Serikat.
Tampak empat orang lelaki muda, dengan penuh semangat kemahiran memainkan peran masing-masing. Mereka memadukan antara suara gitar, jimbe, dan trompet serta suara vokalis, hingga menciptakan alunan musik yang merdu. Entah apa judul lagu yang dibawakan sang vokalis siang itu.
Sementara, sejumlah pejabat kota Ambon, berjejer di pintu kedatangan bandara. Satu per satu jurnalis yang akan menggelar press gathering di 'Kota Manise' disalami. Sambutan yang tak biasanya diperoleh buruh tulis di kota lain, apalagi di Ibu Kota.
"Selamat datang di Kota Ambon kaka," kata seorang gadis muda sambil mengalungkan kain tenun berbentuk syal.
Ada 140 Jurnalis datang ke Kota Ambon hari itu. Terdiri dari jurnalis media televisi, cetak, radio dan online. Semuanya tak lain adalah para jurnasil yang sehari-hari mencari berita di Gedung Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta.
Kami digiring naik enam bus yang sudah disiapkan.
Perjalan ke hotel ditempuh kurang lebih 30 menit. Di sepanjang jalan, mata sudah dimanjakan dengan pemandangan-pemandangan indah yang tak akan pernah ditemukan di Jakarta. Ada laut, bukit, pepohonan yang masih terjaga kelestariannya.
"Di Ambon sedang musim durian kaka. Nanti malam kaka bisa makan durian sepuasnya di rumah bapak Walikota," ujar Rama, petugas dari kelurahan yang ditugaskan sebagai liaison officer.
Surga Dunia Di Pantai Natsepa
Kami tiba di hotel sekira pukul 14.00 WIT. Hotel Natsepa nama tempat itu. Wajah-wajah yang semula kusut kerena kelelahan, kini tampak sumringah. Barangkali mereka sudah tak sabar lagi menikmati eloknya kota Ambon.
"Selamat datang bapak. Silahkan langsung turun satu lantai untuk makan siang," kata salah seorang pelayan hotel, menyambut para jurnalis yang baru saja turun dari bus.
Di lantai bawah terdapat restoran. Di sana telah disiapkan berbagai jenis makanan. Salahsatu makanan yang tak boleh hilang di meja makan di masyarakat Indonesia Timur, yaitu Papeda. Makanan khas yang terbuat tepung sagu. Pasangannya yaitu ikan kuah kuning. Ikan yang direbus dengan banyak jenis bumbu. Kuning, karena bumbu yang dominan dalam makanan yaitu kunyit.
Selain Papeda dan Ikan Kuah Kuning, di restoran itu juga tersedia berbagai berbagai jenis makanan lainnya yang biasa ditemukan di restoran di kota-kota besar seperti Jakarta.
Setelah mengambil makan masing-masing. Kini saatnya mencari posisi dan suasana yang nyaman untuk bersantap siang. Pelayan hotel itu membuka gorden yang menutupi pintu belakang.
Wow, rupanya di belakang hotel itu terdapat pemandangan yang sangat indah. Pantai Nasepa namanya. Ya, sebuah pantai yang sangat terawat, bersih dan indah. Beberapa mil dari pantai itu tampak pegunungan yang indah.
Sementara di tepi pantai, terdapat banyak pohon kelapa yang tidak terlalu tinggi. Di belakang hotel ada pula kolam renang.
"Kaka, makan satu ember di kaka pung hotel ini, beta seng kerasa. Pemandangannya indah sekali kaka," kata seorang jurnalis asal Sulawesi menggoda pelayan hotel dengan menirukan logat Maluku.
Bersantap siang di pinggir pantai, di bawah pohon kelapa, ditiup angin sepoy-sepoy, dihibur dengan suara ombak yang merapat ke bibir pantai, adalah pengalaman yang tak semua jurnalis dapat menikmatinya.
Pantai Natsepa terletak kurang lebih 18 kilometer dari Pusat Kota Ambon. Pantai Natsepa masuk ke wilayah Suli, salahsatu wilayah yang terdapat di Kabupaten Maluku Tengah.
Jamuan Di Rumah Walikota.
Malam harinya kami ke rumah dinas orang nomor satu di Kota Ambon yang terletak di kawasan Karang Panjang, Siramau, Kota Ambon. Perjalanan ke rumah dinas Wali Kota memakan waktu sekitar 40 menit.
Di sana ada jamuan makan malam. Lelaki berkumis tebal dan berbadan tegap bernama Richard Laohenapessy yang punya hajat. Dia adalah Wali Kota Ambon yang sudah menjabat untuk periode keduanya.
"Selamat datang. Silahkan-silahkan," ujar Richard sambil mempersilahkan tamunya duduk di kursi yang telah disiapkan di halaman rumah dinas yang atapnya telah ditutupi terop.
"Selamat datang di kediaman saya. Ini rumah dinas. Bukan rumah saya. Kita di sini happy saja. Tidak perlu tegang. Itu ada banyak makanan di meja, silahkan dimakan. Ada rujak khas Ambon, ada makan lokal, bagi yang tidak suka makanan lokal, itu juga ada bakso, ada soto, ada nasi kuning. Silahkan," kata Richard lewat pengeras suara, mempersilahkan tamunya bersantap malam.
Tidak cukup hanya menyediakan makan, Richard ternyata juga telah menyiapkan durian. Kami makan durian sepuasnya di sana.
"Harus coba durian Ambon. Kalau tidak coba, nanti kalau mati, Tuhan akan tanya kau, 'kenapa tak makan durian Ambon," canda Richard disambut tawa.
Sembari menikmati hidangan dan alunan musik tradisional, saya mendekati Richard yang berdiri sedari tadi. Saya tanya tentang Kota Ambon.
Richard beralasan Kota Ambon adalah kota yang unik. Satu-satunya kota di Indonesia, bahkan di dunia yang disebut manis, atau manise, atau lengkapnya, Ambon Manise.
Penyebutan Ambon Manise, ternyata tidak lepas dari adat penyambutan tamu yang begitu ramah. Kalimat 'Tamu Adalah Raja' berlaku di Kota Ambon.
Tidak heran, jika kedatangan para jurnalis di bandara disambut dengan meriah. Dijamu dengan pelayanan yang teramat ramah, bak tamu yang memiliki jabatan tinggi di negeri ini.
"Ini bukan basa basi. Tapi ini sebuah naluriah yang betul-betul keluar dari orang Ambon. Untuk tamu, tidak ada duanya. Soal nanti tamu tinggal di rumah kita, pokoknya the best," ujar Richard.
Orang Ambon tidak ingin tamunya pulang dengan kekecewaan. Tamu pulang harus membawa kesan yang positif, seperti yang dirasakan para jurnalis kala itu.
Selain pelayanan tamu yang begitu ramah, predikat 'manise' juga tak terlepas dari keindahan alamnya yang masih natural. Jauh dari kata kemacetan, apalagi polusi seperti di Jakarta.
Destinasi wisata di Kota Ambon tak kalah bagus dari tempat wisata di kota-kota lain. Salah satunya adalah pantai Natsepa, Pantai Morella atau Pantai Liang. Dan satu lagi, yaitu jembatan merah putih.
"Kalau tadi lewat Jembatan Merah Putih, malam tidak kelihatan. Kalau nanti besok lewat jembatan merah putih, itu baru terlihat indahnya teluk Kota Ambon yang dibelah Jembatan Merah Putih. Itu fenomena yang menjadi ikon kota ini," tutur Richard.
Terakhir, yaitu ciri dari masyarakat Kota Ambon. Richard tak mau orang Ambon disebut hitam manis dengan hidung mancung. Bagi dia, warna kulit orang Ambon, bukan hitam. Tetapi putih tua.
"Orang Ambon itu putih tua. Kalau mau tahu putih tua itu seperti apa, ya itu orang Ambon. Jadi kalau orang bilang orang Ambon hitam manis, nggak. Orang Ambon itu putih tua," kata Richard.