Yulinda menjelaskan, di sela-sela kesibukan anggota PETA dalam mencari nafkah, mereka memiliki tanggung jawab untuk mendampingi pasien dalam memberikan motivasi, menguatkan psikologis pasien, menjelaskan efek samping obat pada pasien dan keluarga.
"Jadi anggota kita hospital visit tiap hari mengunjungi pasien di rumah sakit, puskesmas, bahkan rumahnya untuk mengembalikan motivasi pasien yang putus obat untuk kembali menikah," ujar Yulinda.
Menurut Yulinda, pasien TB MDR menjadi prioritas PETA karena risiko penularan dengan status yang sama dan pengobatan yang cukup lama yakni 19-24 bulan. Belum lagi risiko efek samping yang diidap pasien TBC MDR mulai dari depresi hingga kelumpuhan sementara.
Baca Juga: Alasan Perempuan Suka Lelaki Lebih Muda
"Banyak anggota kami yang tertular langsung TBC MDR. Jadi kami merasakan betul bagaimana rasanya menjadi pasien TBC MDR. Mereka harus sembuh seperti kami karena TBC MDR bisa disembuhkan," ujar Yulinda.
Anggota PETA lainnya Tono Febrianto mengatakan, tertarik bergabung di PETA agar bisa membagikan pengalamannya pada pasien TBC MDR agar terus berjuang menggapai kesembuhan. Lelaki yang sehari-hari berprofesi sebagai supir GOJEK ini berharap perjuangannya dan rekan-rekan PETA bisa membantu pemerintah mengeliminasi TBC pada 2030.
"Panggilan jiwa saja agar bisa bermanfaat untuk orang lain. Yang kami khawatirkan mereka bisa menularkan. Padahal TBC MDR bisa disembuhkan, seperti kami contohnya," terangnya menutup perbincangan.
Baca Juga: Jalani Operasi Katarak, Begini Kondisi Terkini Nyak Sandang