Suara.com - Katanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi sebuah hasil studi baru-baru ini tampaknya membantah anggapan tersebut.
Hasil studi tersebut mengklaim bahwa menghasilkan uang dalam jumlah tertentu bisa menjadi kunci pemenuhan kebutuhan dan memicu kepuasan yang lebih besar dalam khidup.
Dilansir dari The Independent, tim dari Universitas Purdue di Indiana melakukan penelitian menggunakan Gallup World Poll, sebuah sampel survei perwakilan yang mengumpulkan data dari lebih dari 1,7 juta orang dari 164 negara di seluruh dunia.
Para periset mencatat kesejahteraan emosional dan tingkat kepuasan hidup para responden dengan menganalisis daya beli dan jawaban yang mereka berikan pada pertanyaan terkait kepuasan dan kesejahteraan hidup mereka.
Baca Juga: Asrama Polisi Brimob Kebakaran, 4 Rumah Ludes Terbakar
Temuan ini kemudian dibandingkan dengan pendapatan tahunan individu untuk mengukur kebahagiaan mereka secara keseluruhan.
Seperti yang bisa diharapkan, orang mendapatkan kepuasan pada pendapatan di berbagai tahap yang berbeda, tergantung dari mana mereka berasal.
Secara umum, individu dari negara-negara kaya merasa lebih puas dengan kehidupan mereka saat mendapatkan gaji yang lebih tinggi.
"Konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pendapatan lebih penting untuk kesejahteraan di negara-negara kaya, pola hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan terkait dengan kepuasan keseluruhan wilayah," tulis para penulis dalam penelitian ini.
Wilayah dengan tingkat kepuasan tertinggi adalah Australia dan Selandia Baru, dengan total uang yang dibutuhkan orang untuk mencapai tingkat kebahagiaan yang lebih besar rata-rata US$ 125.000 atau Rp1,7 miliar.
Baca Juga: Kembali ke Timnas, Ezra Berharap Cetak Gol Lawan Singapura
Sebagai perbandingan, wilayah dengan tingkat pendapatan terendah adalah Amerika Latin dan Karibia, yaitu berada pada angka US$ 35.000 atau Rp481 juta.
Lokasi bukan satu-satunya faktor yang dipertimbangkan para peneliti ketika menilai berapa banyak uang penghasilan yang dibutuhkan orang sebelum mereka menggambarkan diri mereka sebagai orang yang benar-benar bahagia.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa baik lelaki maupun perempuan mencapai tingkat kepuasan di nilai yang hampir sama, US$ 100.000 atau Rp1,3 miliar untuk perempuan dan US$ 90.000 atau Rp1,2 miliar untuk lelaki.
Tim yang dipimpin oleh mahasiswa doktoral di Departemen Ilmu Psikologi, Andrew T. Jebb, membahas alasan mengapa orang yang mendapatkan gaji lebih tinggi mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kebahagiaan daripada mereka yang berpenghasilan rendah.
"Pendapatan tinggi biasanya disertai dengan tuntutan tinggi (waktu, beban kerja, tanggung jawab, dan sebagainya) yang mungkin juga membatasi kesempatan untuk berekreasi dan beraktivitas lainnya," katanya.
"Faktor tambahan mungkin berperan juga, seperti peningkatan nilai materialistik, aspirasi material tambahan yang mungkin tidak terpenuhi, perbandingan sosial meningkat, atau perubahan kehidupan lainnya sebagai reaksi terhadap pendapatan yang lebih besar (misalnya, lebih banyak anak atau tinggal di lingkungan yang lebih mahal)."