Melalui beragamnya kemasan wedang uwuh yang ia buat, Retno mengaku sambutan dari pasar pun semakin tinggi. Kini, kata dia, banyak orang yang tak merasa khawatir untuk meminum wedang uwuh, yang awalnya mirip seperti sampah tersebut.
"Dengan kemasan lebih kekinian, orang-orang yang tadinya ilfeel, mau minum, takut seperti makan rempah, jadi mau minum. Kami juga bilangnya ini wedang, bukan jamu yang kesannya minuman kuno atau pahit," tambah dia.
Berhasil mengubah paradigma wedang uwuh menjadi lebih kekinian membuat Rento gembira. Apalagi ia mengetahui bahwa rasa dari minuman tradisional yang ia kembangkan ternyata disukai oleh pasar Eropa, Amerika, Asia hingga Timur Tengah, yang mulai mengunjungi pabriknya di Bantul.
Cita-cita 'go international' pun mulai terwujud sejak 2010 lalu saat minuman tersebut mulai dijual ke negara-negara seperti Swiss, Jeddah Arab Saudi, Malaysia, Maroko, Denmark, Amerika hingga Jepang.
"Orang luar mungkin lebih suka yang homemade. Mereka cukup tertarik, dan alhamdulillah beberapa varian sudah kami dikirim. Misalnya varian celup yang lebih diminati di Amerika dan seduh atau instan di Saudi Arabia," kata dia.
Meski ungkapnya, di negara-negara tersebut, nama wedang uwuh tidak selalu digunakan. Di Malaysia misalnya, minuman ini disebut sebagi minuman Daun Emas.
Selain mengangkat tradisi lokal, menduniakan wedang uwuh menurutnya bakal membawa banyak manfaat. Terutama menciptakan lapangan kerja bagi warga Yogyakarta yang menjual bahan-bahan minuman ini maupun yang meraciknya.
"Kami mengembangkan skala industri dengan konsep yang saya ciptakan sendiri, memanfaatkan sumberdaya lokal dengan pemberdayaan masyarakat lokal pula," jelasnya.
Meski sudah membawa nama wedang uwuh mendunia, Retno masih memiliki mimpi. Yakni membuat wedang uwuh bukan hanya menjadi minuman kesehatan, tapi juga bagian dari gaya hidup masyarakat sehari-hari.
"Wedang uwuh, suatu saat bisa menyamai Thai Tea dan lainnya. Minumnya bisa dicampur dengan susu, creamer, kopi, atau diblender seperti minuman kekinian," tutup dia.