Suara.com - Tak sulit menentukan resto berkonsep fine dining di Jakarta. Namun, sebagian besar resto fine dining yang ada menyajikan konsep dan teknik yang berkiblat pada negara Prancis.
Nah, jika Anda tertarik menyesap kuliner Indonesia dengan gaya fine dining, Namaaz Dining yang berlokasi di Gunawarman, Jakarta bisa menjadi pilihan tepat. Di tangan Chef Andrian Ishak, Namaaz menyajikan menu tradisional Indonesia dengan gaya memasak kontemporer.
Beberapa waktu lalu, Suara.com berkesempatan menjajal sensasi fine dining ala Namaaz. Andrian membuka sesi fine dining dengan penjelasan mengenai visi misi restorannya yang unik dan membocorkan menu-menu kuliner tradisional dibalik tampilannya yang nyeleneh.
"Di sini kami ingin memberikan value pada makanan yang under value. Salah satunya yang teman-teman lihat adalah churros. Padahal sebenarnya itu adalah cireng yang kami olah bentuknya hingga tampak seperti churros," ujar Andrian beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Eksplorasi Makanan Tradisional Lewat "Kuliner Indonesia Kaya"
Ada 17 menu yang dihidangkan Andrian dan kru Namaaz Dining dengan rupa yang tentunya akan mengecoh Anda. Pihaknya memang menerapkan teknik molecular gastronomi untuk menyajikan menu dengan tagline #whatyougetisnotwhatyousee. Ya, menu yang Anda dapatkan tidak seperti yang Anda lihat.
"Setiap makanan juga punya filosofinya sendiri. Misalnya cabe-cabean. Ini representasi tentang sebutan dalam budaya pop di masyarakat Indonesia untuk perempuan muda yang labil dan nakal. Kami merepresentasikannya dengan cabai yang labil karena tidak pedas, dan isinya daging ayam," tambah dia.
Benar saja rasa cabe-cabean yang sebenarnya adalah ayam dan keripik beras tidak pedas sama sekali. Andrian menuturkan, konsep ini sama dengan istilah mobil-mobilan yang berarti mobil mainan atau tidak asli.
Lanjut ke makanan berikutnya yang lebih tampak seperti telur mentah. Namun ketika disantap, ternyata adalah puding mangga. Benar-benar mengejutkan.
Baca Juga: Kuliner Indonesia Unjuk Gigi di Turnamen Golf
Ada pula menu pembuka lainnya yang tak mudah ditebak sebelumnya antara lain udang di balik batu yang merupakan peribahasa populer Indonesia. Sekilas, menu ini benar-benar tampak seperti batu. Namun begitu digigit, batu ini ternyata adalag tepung ketan berisi udang yang ditumis dengan sambal roa.
Puas menyantap menu makanan, Andrian juga menyuguhkan hidangan Teh Talua asal Minangkabau. Namun, pada sajian kali ini telur telah dimodifikasi layaknya kue kering. Sehingga Anda bisa menyantapnya terlebih dahulu, baru menyedot teh yang disajikan dalam botol kecil.
Tak cukup sampai disitu, pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai sajian utama seperti lontong opor, rendang, gulai tunjang, kambing guling hingga tumis cumi. Tapi jangan bayangkan menu di atas hadir dalam rupa sesungguhnya.
Untuk lontong opor, Andrian mengolahnya dalam bentuk pensil, kertas dan tinta. Sajian ini bisa didapat jika Anda menggulung pensil dengan kertas lalu memasukkannya ke tinta yang merupakan santan opor. Kertas itu sendiri sebenarnya adalah lontong, sementara pensilnya adalah crackers yang terbuat dari tepung dan butter.
Masuk ke menu selanjutnya, Anda akan disuguhi arang hitam yang sebenarnya adalah kambing guling dan singkong sebagai menu pengganti nasi. Adapula menu tumis cumi yang bagian tinta hitamnya dibentuk menyerupai QR Code dimana Anda bisa memindainya menggunakan ponsel.
Paling seru adalah explodeng, paduan kata explode (meledak) dan es podeng yang berisi bola coklat, es krim, kacang mete, dan kismis. Pasalnya, semua pengunjung harus mengenakan jas hujan sebelum menikmati menu penutup ini untuk menghindari cipratannya.
Andrian, sang pemilik, turun langsung menyemarakkan suasana dengan permainan gitar listrik. Tak cukup sampai disitu, Ia kembali melemparkan cairan nitrogen yang membuat ruangan dipenuhi kabut tebal.
Tertarik menikmati pengalaman fine dining yang sangat menyenangkan ini? Andrian mengatakan pengunjung harus melakukan reservasi terlebih dahulu melalui situs mereka dan siapkan Rp1.25 juta untuk mencicipi 17 menu unik ini ya! Selamat mencoba!