Plesiran Sejarah Tempo Dulu Bersama Komunitas Jelajah Budaya

Sabtu, 10 Maret 2018 | 10:00 WIB
Plesiran Sejarah Tempo Dulu Bersama Komunitas Jelajah Budaya
Komunitas Jelajah Budaya. (suara.com/Firsta Putri Nodia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah gempuran budaya Barat, masih ada sekelumit anak bangsa yang memiliki kepedulian untuk melestarikan warisan budaya leluhur, baik berupa bangunan bersejarah hingga kesenian tradisional, yang menamakan diri sebagai Komunitas Jelajah Budaya.

Kartum Setiawan, sang pendiri, mengatakan komunitas ini berdiri sejak 17 Agustus 2003 bersama rekan-rekannya semasa kuliah sebagai bentuk keprihatinan terhadap kurangnya perhatian dan apresiasi masyarakat terhadap tempat-tempat bersejarah di sekitar tempat tinggalnya.

"Kita awalnya ingin mengajak masyarakat untuk mengenal sejarah, terutama sejarah kota-kota ramai yang ada di Indonesia. Terutama di Jakarta, banyak masyarakat yang belum tahu bangunan heritage dan sejarahnya. Padahal penamaan di suatu daerah itu ada hubungannya dengan sejarah, seperti Kampung Bandan, Pekojan, dan lainnya," ujar Kartum pada Suara.com, beberapa waktu lalu.

Komunitas Jelajah Budaya. (suara.com/Firsta Putri Nodia)

Baca Juga: Kata Ivan Gunawan Soal Fesyen Cetar Syahrini

Salah satu bentuk kegiatan Komunitas Jelajah Budaya meliputi Jelajah Kota Toea, Night Time Journey at Museum, diskusi sejarah dan budaya, hingga jelajah budaya di kota-kota lainnya selain Jakarta. Masyarakat yang ingin berlibur sekaligus menambah wawasan hanya perlu membayar biaya tur mulai dari Rp50 ribu per perjalanan.

Beberapa waktu lalu, Suara.com pun diajak mengikuti tur bertajuk Jelajah Kota Toea: Cap Go Meh in China Town. Ada sekitar 150 orang yang bergabung dan dibagi menjadi tiga kelompok untuk mengitari tempat-tempat bersejarah di kampung pecinan, Glodok.

Masing-masing kelompok dikepalai oleh seorang pemandu tur dari Komunitas Jelajah Budaya, salah satunya Kartum Setiawan. Dengan biaya sekitar Rp50 ribu, selain mendapat kertas berisi ulasan singkat mengenai tempat-tempat bersejarah yang akan dikunjungi, peserta juga akan diberi 'name tag' sehingga lebih mudah dikenali oleh pemandu tur.

Komunitas Jelajah Budaya. (suara.com/Firsta Putri Nodia)

Dari ratusan peserta yang mengikuti tur ini ada beberapa di antaranya yang telah berkali-kali mengikuti kegiatan yang dilakukan Komunitas Jelajah Budaya. Salah satunya, Kathrine. Perempuan berusia 48 tahun yang tinggal di Kemayoran ini mengatakan bahwa dirinya sudah 10 kali mengikuti tur yang diadakan KJB.

Baca Juga: Terus Bikin Gol, Salah Jadi Pemain Terbaik Inggris bulan Februari

Menurut dia, berplesir ke tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah membuat kegiatan liburannya menjadi lebih berkesan. Ia juga bisa menyampaikan kembali cerita sejarah dari tempat-tempat yang dikunjunginya saat tur pada buah hatinya.

"Kalau tur dengan Komunitas Jelajah Budaya memang beda, karena kita diajak lebih mengenal tempat-tempat bersejarah secara langsung. Ada pemandu tur yang menjelaskan ini bangunan berdiri kapan, sejarahnya gimana. Seru, yang nggak mungkin kita dapat kalau menjelajah sendiri," kata Kathrine.

Kartum mengakui bahwa tantangan dalam mengembangkan komunitas ini adalag bekal riset yang cukup tentang tempat-tempat yang didatangi. Tak sedikit pula pesertanya yang kritis dan menyenangi sejarah sehingga mendorongnya untuk terus memperkaya wawasan sejarah.

"Kebetulan background saya sejarah dan arkeologi UI, jadi memang sudah punya ilmu mengenai sejarah bangunan tua. Tapi tentu saja harus terus belajar karena tur yang kita handle kan tidak hanya di Jakarta tapi kota-kota lainnya seperti Bogor, Tanggerang, Rengasdengklok, Cilacap, Karanganyar, Sangiran, Semarang, Ambarawa, Malang," tambah dia.

Komunitas Jelajah Budaya. (suara.com/Firsta Putri Nodia)

Kini hampir 15 tahun berdiri, Komunitas Jelajah Budaya telah beranggotakan sekitar 7500 orang. Anggotanya pun tak hanya orang dewasa atau paruh baya, tapi juga anak-anak muda. Biasanya motivasi anak-anak muda mengikuti jelajah budaya bermula dari keinginan untuk eksis di media sosial.

"Karena kan bisa foto-foto, posting ke media sosial. Tapi tidak masalah, karena mencintai sejarah bisa dimulai dari hal kecil apapun," tambah Kartum.

Kegiatan jelajah budaya yang dilakukan Kartum dan rekan-rekannya biasanya dihelat ketika ada momen spesial seperti Imlek, Cap Go Meh, hingga Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Namun di luar momen, mereka juga mengadakan jelajah budaya sebulan sekali atau dua bulan sekali.

"Kita biasa ngajak lewat Facebook, Milis, atau WhatsApp. Kalau di Jakarta pesertanya bisa 100 orang, tapi kalau luar kota ya 50 orang-an ada," tambah dia.

Jika Anda tertarik untuk berplesir sekaligus menjelajah tempat-tempat bersejarah dan budaya lokal, yuk, bergabung dengan Komunitas Jelajah Budaya!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI