"Lim Sha Nio, membawa abu sang suami dari Switzerland di mana suaminya meninggal, perjalanannya kurang lebih dua minggu melalui laut merah dan terusan Swiss hingga sampai ke Batavia," jelasnya.
Mausoleum ini, lanjut Adjie dibuat dengan desain arsitek asal Italia, G Marcina, bergaya Eropa kental. Untuk melambangkan cinta, pengunjung bisa melihat berbagai ukiran bunga mawar yang terbuat dari batu granit tersebar di sudut-sudutnya, yang didatangkan langsung dari Italia.
Ada pula patung dua dewa pengawal, yang diharapkan bisa menjaga sang suami selamanya. Tak main-main, dana yang dikeluarkan untuk membangun mausoleum ini bahkan disebut mencapai 200 ribu gulden atau setara dengan Rp3 miliar. Jumlah ini tentu terbilang fantastis di zamannya.
Baca Juga: Dikecam, Kelompok Intoleran Bubarkan Kebaktian Gereja HKBP
Setelah hidup sendiri selama 30 tahun, akhirnya Lim Sha Nio yang lahir 9 juni 1879 menyusul sang suami pada 18 Agustus 1957. Ia pun dimakamkan di sebelah pusara suaminya.
Sedangkan di sekitaran mausoleum, G Marcina sengaja membuat komplek pemakaman marga Khouw yang lainnya, mengingat pasangan suami istri ini tidak memiliki keturunan hingga akhir hayatnya. Dulu di zaman Hindia Belanda, lanjut Adjie, marga Khouw adalah keluarga keturunan Tionghoa yang populer.
Setelah menjelaskan secara detail, tentang mausoleum, Adjie juga mengajak para peserta turun ke ruang bawah tanah, yang berada persis di bawah bangunan tersebut. Ia menjelaskan bahwa tempat tersebut adalah tempat penyimpanan abu O.G Khouw dan Lim Sha Nio.
Perlahan, kami mulai menuruni tangga megah dengan bentuk melingkar, yang terdapat di bagian belakang mausoleum. Kami pun mulai memasuki ruangan seluas lima meter yang mirip dengan sebuah lorong.
Baca Juga: Yamaha Bakal Kembali Lahirkan Kuda Besi Beroda Tiga
Terdapat sepasang patung dinding, yang diduga adalah wajah O.G Khouw dan istrinya, Lim Sha Nio. Di tengahnya terdapat ruang besar yang tak memiliki pintu, dilapisi marmer putih.