Suara.com - Salah satu kain nusantara milik Indonesia yang sangat dikenal dunia adalah batik. Kain tradisional khas Jawa ini tak hanya indah, bersejarah dan bernilai seni tinggi, tapi juga memiliki filosofi yang agung.
Tak heran bila UNESCO mentetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Nah, sebagai pemilik batik, kita tentu saja harus menjaga, merawat dan melestarikan kain tradisional tersebut agar tidak punah. Beranjak dari kesadaran itulah Komunitas Perempuan Pelestari Budaya (KPPB) nenunjukkan kepeduliannya terhadap budaya Indonesia lewat kegiatan edukasi tentang filosofi batik.
Kegiatan yang digelar KPPB bekerja sama dengan Harris Suites Fx Sudirman, belum lama ini menghadirkan Muryawati, pemilik Batik Sekar Kedaton. Dalam kesempatan tersebut ia menjelaskan tentang sejarah kain batik Indonesia.
Baca Juga: Ini Mengapa Policresulen Dilarang untuk Mengobati Sariawan
Menurut Muryawati, batik yang ada di Indonesia khususnya pulau Jawa, seperti batik motif kawung, batik motif parang dan lainnya sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu.
"(Motif batik) itu sebetulnya dari zaman dulu sudah ada, terukir di arca arca-arca, di patung-patung Hindu ataupun Budha. Contohnya di candi induk Prambanan. Nah, ukiran di arca=arca itu, ada di kain parang bertanda ceplok yang dipakai dewa. Jadi, itu sudah ada sejak zaman Hindu," terangnya merinci.
Dari situlah, kata Muryawati, raja-raja di Pulau Jawa kemudian membuat kain-kain untuk busananya dengan meniru apa yang dikenakan oleh para dewa tersebut. Kain-kain itu lalu dibuat oleh para pengrajin batik hingga sekarang.
Selain menjelaskan tentang sejarah batik, Muryawati juga menerangkan asal mula penggunaan nama batik. Ia menjelaskan bahwa nama batik berasal dari kata 'hambatik/ambatik' yang artinya orang-orang yang pekerjaannya selalu membuat titik-titik.
"Kalau orang Belanda dulu bilangnya batex, tex itu dari kata tekstil dan wax. Tapi di sini kemudian yang dijadikan istilah baku adalah batik, karena selalu membuat titik-titik," jelas Muryawati sembari menunjukkan beberapa motif batik.
Nah, motif-motif batik itu, tambah dia, memiliki beragam makna. Motif parang atau lereng misalnya, memiliki makna ajaran bagi seorang pemimpin, sedangkan motif nitik dan truntum melambangkan kasih sayang yang abadi.
Baca Juga: Ini Target AHY Bersama Demokrat di Pemilu 2019
Selain itu, kata Muryawati, ada pula motif lung yang bermakna keindahan, motif semen yang bermakna ajaran Hasto Broto dan motif pinggiran sebagai kelengkapan ritual lingkar atau daur hidup seseorang.