Uniknya Santa Maria de Fatima, Gereja dengan Atmosfer Oriental

Rabu, 07 Februari 2018 | 13:20 WIB
Uniknya Santa Maria de Fatima, Gereja dengan Atmosfer Oriental
Gereja Santa Maria de Fatima. (suara.com/Dinda Rachmawati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gereja dengan atmosfer oriental berdiri cukup kokoh di kawasan Glodok, Jakarta Barat, yang dikenal sebagai salah satu kawasan pecinan atau China Town di Jakarta.

Dalam sejarahnya, jauh sebelum Belanda membangun Batavia di tahun 1619, orang-orang Tiongkok sudah tinggal di sebelah timur muara Ciliwung tidak jauh dari pelabuhan. Mereka menjual arak, beras, dan kebutuhan lainnya termasuk air minum bagi para pendatang yang singgah di pelabuhan.

Namun, ketika Belanda membangun loji di tempat itu, mereka pun diusir. Baru, setelah terjadinya pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia pada 9 Oktober 1740, mereka ditempatkan di kawasan Glodok.

Gereja Santa Maria de Fatima. (suara.com/Dinda Rachmawati)

Baca Juga: Pedrosa Punya Peluang Juara Dunia MotoGP, Asalkan...

Hingga saat ini, beberapa sisa bangunan seakan menjadi saksi bisu kehidupan dan jejak sejarah warga etnis Tionghoa di Jakarta. Mulai dari Rumah Saudagar Tembakau dan sejumlah toko yang sudah berusia ratusan tahun, Pasar Petak Sembilan, Klenteng Dharma Bhakti, dan tak ketinggalan Gereja Santa Maria de Fatima yang unik dan berbeda dari kebanyakan arsitektur gereja di Jakarta.

Gereja Santa Maria de Fatima adalah sebuah gereja Katolik yang mempertahankan gaya bangunan khas Fukien atau Tiongkok Selatan. Ira Lathief, sebagai pemandu dan pendiri komunitas Jakarta Food Travel (JFT) menjelaskan, gereja ini termasuk sebagai Cagar Budaya pada tahun 1972 yang harus dilindungi keberadaannya.

Gereja Santa Maria de Fatima. (suara.com/Dinda Rachmawati)

"Awalnya, gereja ini adalah rumah dari seorang Tionghoa. Hingga pada tahun 1950-an, seorang pastur membeli rumah tersebut dan menjadikannya sebuah gereja," kata Ira menjelaskan sejarah gereja tersebut.

Sebidang tanah seluas 1 hektar ini, selain digunakan sebagai kompleks gereja, juga dipakai untuk sekolah serta asrama. Di atas tanah itu berdiri juga sebuah bangunan utama yang diapit oleh dua bangunan.

Baca Juga: Menghambat Birokrasi, Mendagri Umumkan Cabut 51 Permendagri

Dari luar, gaya Tionghoa sudah sangat jelas bisa terlihat. Khususnya pada bagian atap berjenis ian boe heng (ekor walet) dan pintu masuk yang dikawal sepasang shi shi (singa batu) atau patung singa yang memiliki lambang kemegahan bangsawan Cina.

Gereja Santa Maria de Fatima. (suara.com/Dinda Rachmawati)

Salah satu keistimewaan dari gereja ini adalah adanya inskripsi dalam bentuk aksara Tionghoa. Di bagian bubungan atap tertera daerah asal pemiliknya yang terdahulu, yaitu kabupaten Nan An, keresidenan Quanzhou, provinsi Fujian. Inskripsi lain juga di bagian bubungan atap yaitu "fu shou, kang, ning" yang artinya rezeki, umur panjang, kesehatan, dan ketentraman.

Saat memasuki gereja, kita juga akan merasakan atmosfer khas Tionghoa, di mana konstruksi kayu, ukiran, juga warna merah dan emas, yang merupakan simbol warna khas Tionghoa, mendominasi setiap arsitekturnya, termasuk pada altar gereja.

Gereja Santa Maria de Fatima. (suara.com/Dinda Rachmawati)

Gereja Santa Maria de Fatima awalnya dibuat sebagai salah satu syiar agama Katolik pada orang-orang Hoakiau(Cina Perantauan). Namanya sendiri diambil dari sebuah cerita tentang penampakan Bunda Maria kepada tiga anak gembala, yang tergambar dalam relief Gua Maria di sisi kanan gereja.

Hingga saat ini, gereja masih selalu ramai dikunjungi jemaat. Bahkan, Gereja Santa Maria de Fatima, kata Ira, merupakan satu-satunya gereja di Jakarta yang memberikan misa dengan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Mandarin, pada waktu yang berbeda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI