Suara.com - Pertengkaran atau konflik di antara orangtua, yang berujung dengan perceraian, seringkali menjadikan anak-anak sebagai korban.
Efek paling utama yang dialami anak setelah orangtua mereka bercerai, kata pakar konsultan keluarga, Muhammad Agus Syafii, adalah perasaan kehilangan salah satu orangtua yang biasa mereka temui setiap hari.
Sebagai seorang pendiri rumah belajar bagi anak yatim dan duafa, yang ia namakan sebagai Rumah Amalia, kata Agus, banyak anak-anak korban perceraian, yang ditinggalkan oleh salah satu orangtuanya yang menjadi anak asuh di Rumah Amalia.
"Karena itu, anak-anak membutuhkan terapi psikologis untuk kembali optimis menjalani hidup setelah mengalami kesedihan yang mendalam," ujar dia saat suara.com temui di Rumah Amalia, Ciledug, Tangerang, Rabu (31/1/2018).
Baca Juga: Marah Tim Kesayangannya Kalah, Fans Bajak Makanan Para Pemain
Lebih lanjut lelaki yang biasa dipanggil sebagai Kak Agus ini, menjelaskan ada sebuah terapi yang biasa ia berikan pada anak-anak dengan kondisi tersebut, yang dinamakan Fun Therapy.
Fun Therapy ialah sebuah kegiatan yang diberikan kepada anak-anak lewat permainan yang membutuhkan konsentrasi dan kerjasama tim.
“Permainan ini membuat anak-anak ceria serta menumbuhkan rasa percaya diri. Jadi anak-anak tidak kehilangan harapan ketika orangtuanya meninggal, atau bercerai. Justru lewat fun therapy ini mereka memiliki harapan di masa depan,” jelasnya.
Agus menambahkan, permainan yang diberikan untuk terapi ini ialah seperti tepuk semangat, tepuk bahagia dalam bentuk berkelompok agar lebih menyenangkan. Nah, kata dia terdapat tiga pola dalam terapi ini.
"Tahap awal adalah dipaksa. Mereka dipaksa dengan lembut untuk tertawa bersama anak-anak lainnya. Sebab mau tidak mau, anak - anak ikut mengalir meski dengan terpaksa, akhirnya anak -anak bisa tertawa, yang masuk pada tah kedua yakni terpaksa," ujar dia.
Baca Juga: Berlibur ke SuperShe, Pulau Khusus Perempuan
Terakhir adalah terbiasa. Di mana, saat mereka sedang tidak berada di Rumah Amalia dan tidak bersama teman-teman pun mereka bisa merasakan kebahagiaan dari dalam diri. Akhirnya mereka bisa membentuk ritme pada dirinya untuk terbiasa berpikir positif.
Rumah amalia sendiri merupakan tempat yang nyaman dan aman bagi 90 anak yatim dan anak dari kaum duafa. Setiap hari, sepulang sekolah mereka menghabiskan waktu untuk belajar, bermain dan bergembira di rumah tersebut.
Sasaran utamanya adalah memberikan pendampingan dan pemulihan bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya, baik karena meninggal atau berpisah.
”Di tempat ini kami mengajarkan kepada mereka bahwa hidup ini adalah sebuah anugerah. Sepahit apapun yang dialami harus disyukuri karena sesungguhnya hidup adalah karunia Tuhan," tutup Agus.