Suara.com - Profesi barber alias ahli tukang cukur rambut kerap dipandang sebelah mata. Apalagi bagi seorang lelaki yang kelak menjadi kepala rumah tangga.
Namun, pandangan ini mungkin tidak berlaku bagi Enrico Soesila (26). Lelaki Bandung ini justru bangga dengan profesi-nya sebagai barber bahkan rela jauh-jauh menempuh pendidikan di Belanda untuk menggeluti profesi tersebut.
"Awal mula tertarik itu sejak 2013. Pertama lihat di media sosial, youtube kok barber di luar negeri keren-keren. Mereka bebas tapi punya aturan, sampai akhirnya saya menggeluti sendiri sejak 2014," ujar Enrico kepada Suara.com, belum lama ini.
Salah satu barber dunia yang diidolakannya adalah Schorem Haarsnijder asal Belanda. Ketika Schorem membuka sekolah The Old School Barber Academy, Enrico pun tertarik untuk mendalami ilmu memotong rambut selama dua minggu di Belanda.
Baca Juga: Pangkas Rambut di Barbershop Jadi Tren Anak Muda 'Zaman Now'
"Kalau untuk teknik dan potongan rambut itu bonus saja. Di sana saya lebih belajar culture gimana menjadi seorang barber, gimana melayani pelanggan karena bisnis kita di bidang jasa," ujar lelaki yang awalnya bercita-cita sebagai vokalis band.
Setelah menggeluti ilmu barber, Enrico semakin mantap menjadikannya sebagai sebuah profesi. Apalagi kata dia, barber adalah salah satu profesi tertua di dunia sehingga membawa kebanggan tersendiri untuk terjun sebagai seorang barber.
"Butuh waktu tiga bulan dari tertarik sampai akhirnya mantap menjalani profesi ini. Buat saya, profesi menjadi seorang barber juga menghasilkan pendapatan yang menjamin," ungkap dia.
Sejak menimba ilmu barber di Belanda, Enrico dan sang kakak membuka barbershop pertamanya di Palembang dengan nama Scissor n Co pada 2014. Hingga kini Enrico membocorkan omset dari barbershop yang dirintisnya bisa menghasilkan rata-rata Rp 50-70 juta sebulan.
Baca Juga: Gagal Jadi "Addie MS", Rama Widi Harumkan Bangsa lewat Harpa
"Mereka (pelanggan) setidaknya paling lama sebulan sekali potong. Tapi biasanya dua minggu sekali. Kalau dihitung setahun bisa 24 kali itu baru satu orang. Jadi bisnis dan profesi ini memang sangat menggiurkan," jelasnya.
Enrico mengakui biaya jasa potong rambut di pangkas rambut biasa dan barbershop memang jauh berbeda. Namun kata dia, harga yang dipatok sebanding dengan manfaat yang dirasakan pelanggan.
Dia mencontohkan, untuk gunting yang dipakai di barbershop rata-rata menggunakan produk yang mahal. Pasalnya jenis gunting yang dipakai akan menghasilkan potongan yang berbeda dan berdampak pada kualitas potongan rambut.
"Kita di Scissor n Co guntingnya saja bisa sampai Rp2 juta harganya. Dari kualitas hasil potongan beda sih jadi nggak bisa hanya sekedar tajam. Pada beberapa teknik kalau guntingnya nggak cocok hasilnya nggak dapat. Itu sebabnya untuk alat kita memang nggak sembarang beli," ujar lelaki yang menyukai gaya potongan klasik ini.
Selain itu, Enrico juga mengatakan, jasa potong rambut di barbershop cenderung lebih mahal karena biasanya alat-alat yang digunakan juga dijamin hiegenitasnya. Ia mengatakan setiap alat yang selesai dipakai akan disterilisasi menggunakan mesin sterilizer sehingga aman digunakan okeh pelanggan berikutnya.
"Kita pakai sanitizer dan sterilzer yang mungkin nggak didapat di salon atau pangkas rambut lain. Karena saya pernah dapat cerita customer yang cuma gara-gara potong rambut dia tertular hepatitis. Itu yang coba kita jaga, hiegenitasnya," imbuhnya.
Selama tiga tahun mengemban profesi sebagai seorang barber, Enrico mengaku bahwa tantangan terbesar adalah bagaimana menghadapi customer yang beraneka ragam. Apalagi, bisnis yang dijajakinya adalah bidang jasa sehingga menjadi tugasnyalah membuat pelanggan mau kembali datang memakai jasanya.
"Kadang ada royal customer yang datang tapi nggak cukur, tapi bawa sesuatu untuk kita, itu bonus dari pelayanan kita ke customer yang sangat kita jaga," tandasnya.