Suara.com - Hampir 700 ribu anak-anak Indonesia diperkirakan hidup dengan penyakit berat, seperti kanker dan HIV/AIDS. Hanya kurang dari satu persennya bisa mengakses pengasuhan paliatif, sementara anak-anak lainnya terus hidup dalam kesakitan.
Asuhan paliatif, menurut Dokter Spesialis Onkologi Anak Rumah Sakit Dharmais, dr. Edy Setiawan Tehuteru, merupakan suatu spesialisasi ilmu medis bagi orang-orang yang hidup dengan penyakit berat, serta keluarganya.
Hal ini, lanjut dia, sebenarnya wajib tersedia bagi semua orang, khususnya anak-anak yang hidup dengan penyakit berat. Pasalnya, bisa meningkatkan kualitas hidup anak dan keluarganya, juga untuk mencegah dan meringankan penderitaan mereka.
"Sayangnya banyak pasien yang mengira kalau sudah mendapat pengasuhan paliatif, anak mereka sudah masuk dalam fase akhir hidupnya. Padahal paliatif itu dimulai sejak anak didiagnosis, sehingga kita bisa mengatasi nyeri dan gejalanya," ujar dia dalam pembukaan Instalasi The Living Waal bersama Yayasan Rumah Rachel, di Cilandak Tonw Square, Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Baca Juga: Begini Cara Mengontrol Anak-anak agar Tak Obesitas
Lebih lanjut, dr. Edi menjelaskan, pengasuhan paliatif terdiri dari dua komponen, yakni penanganan nyeri dan gejala yang dilakukan oleh tim medis. Serta yang kedua adalah, memersiapkan anak menghadapi hari akhir hidup dengan memberikan dukungan psikososial dan spiritual.
Menurut dia, pelatihan pengasuhan paliatif tidak hanya bisa dilakukan di rumah sakit dengan tenaga medis, tetapi juga di rumah bersama keluarga dari pasien sendiri.
"Rumah sakit bukan tempat seseorang untuk memghadapi fase akhir dari hidup mereka. Kalau di rumah, anak ini bisa bertemu semua keluarganya. Anak senang berada di tengah orang yg sangat dia sayangi. Rumah adalah tempat terbaik untuk seseorang meninggalkan dunia ini," ungkapnya.
Dengan adanya pengasuhan paliatif, meski tidak bisa disembuhkan, kata dr. Edi, paling tidak, kita bisa membuat mereka memiliki kualitas hidup yang baik, diakhir hayatnya dan meninggal tidak dalam kesakitan.
Baca Juga: Duh, Satu dari Empat Anak Indonesia Kurang Minum Air