Suara.com - Indonesia dikenal sebagai "rumah" bagi ribuan motif batik. Setiap daerah memiliki ciri khas dan historis tersendiri. Tak terkecuali sebuah kabupaten kecil, Cilacap.
Batik Maos khas Cilacap dipercaya sudah ada sejak 1918 atau pada masa kejayaan Pangeran Diponegoro. Meski sempat jaya dan dijadikan bahasa sandi pada masanya, batik Maos perlahan mati ditelan waktu.
Hingga akhirnya, seorang perempuan bernama Euis Rohani mulai menekuni motif batik Maos sejak 10 tahun lalu.
"Batik Maos itu kalau menurut sejarah kami, itu sudah ada dari tahun 18-an. Jadi sekitar abad 18 pada saat Pangeran Diponegoro," cerita Euis lewat sambungan telepon dalam acara BNI Pesta Batik Indonesia, di Sarinah, Jakarta, (1/10/2017).
Baca Juga: Ekspor Batik Tahun Ini Capai 39,4 Juta Dollar AS
Euis bercerita, dulu motif batik Maos dipakai untuk "berkomunikasi" melalui sandi-sandi ketika Cilacap berada dalam ancaman perang. Dikatakan, Laskar Pangeran Diponegoro biasa menginterpretasikan pesan lewat batik supaya tidak ketahuan kelompok lawan.
"Kita ada motif namanya Cebong Punggul, arti filosofi motif itu sebenarnya adalah sandi bahwa Laskar Pangerang Diponegoro itu ada, siap di situ untuk berperang," kisah perempuan berusia 42 tahun tersebut.
Ada lagi, kata Euis, motif Buntal Gabahan yang menggambarkan daerah Maos yang subur. Meski begitu, motif ini menggambarkan jika daerah subur penuh sawah itu memiliki ranjau-ranjau yang tertanam di bawahnya.
"Ada lagi Ladrang Manis. Di sini kan ada tradisi bikin kue ladrang setiap tanggal 10. Tapi untuk sandi perangnya itu mengatakan bahwa persediaan logistik aman untuk para laskar," ujarya.
Meski sarat sejarah, Euis mengaku, jika banyak motif batik Maos yang punah dan bahkan terancam punah. Total, menurut Euis, ada sekitar 1.800 motif batik Maos, namun hanya sedikit yang terdokumentasi dan bisa diselamatkan.
Baca Juga: Sempat Terkendala, Batik Air Positif Masuk Timika Oktober
"Itupun sekitar kurang lebih 10 tahun ini lah Saya mencoba menggali terus budaya Maos mencari benang merah Maos itu ke mana. Sampai Saya pernah bertanya dengan Pak Iwan Tirta, supaya akar batik di situ jelas," tambahnya.
"Itu lah, karena keterbatasan mungkin karena dokumentasi, kurangnya regenerasi, jadi batik Maos ini sempat mati. Tapi kita hidupkan kembali 10 tahun yang lalu sampai sekarang," pungkas Euis