Dan lagi-lagi, niatan orang tuanya untuk menjodohkannya ditentang Sanita. Kali ini dengan berani, Sanita menanyakan kepada orang tuanya berapa banyak uang yang telah mereka habiskan untuk menyekolahkan Sanita.
"Kemudian saya bilang kalau misalnya saya nikah, saya punya suami, anak dan keluarga yang lain. Kalau bapak-ibu ingin ini--sesuatu--, itu saya nggak bisa menuhin karena saya punya keluarga," ujar dia.
Foto: Sanita Rini (kedua kiri) jadi salah satu pembicara pada diskusi "Aktif, Kreatif, dan Produktif Cerminan Generasi Muda Indonesia" di Jakarta, Kamis (28/9/2017). [Suara.com/Firsta Nodia]
Baca Juga: Psikolog: Nikah Muda Bisa Picu Depresi hingga Bunuh Diri
Lalu, Sanita pun berjanji jika orang tuanya mengizinkan untuk melanjutkan sekolah, maka dia akan memberikan apapun yang diinginkan orang tuanya ketika sukses nanti.
"Kalau ibu memperbolehkan saya sekolah, saya akan memberikan apapun pada bapak-ibu ketika saya sudah selesai sekolah dan mengembalikan uang yang dikeluarkan bapak-ibu untuk menyekolahkan saya selama ini," tambah dia.
Akhirnya kedua orang tua Sanita pun luluh. Kini, Sanita baru saja menyelesaikan pendidikan sarjana di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) YPPI Rembang, jurusan manajemen sumber daya manusia.
Berhasil keluar dari jeratan perkawinan dini, Sanita ingin mengajak remaja sepertinya untuk juga berani melakukan hal yang sama.
Dia bahkan menjadi pencetus ditetapkannya peraturan desa setempat yang melarang anak menikah di bawah usia 18 tahun.
Baca Juga: Lama Pacaran Tak Jamin Menikah Bahagia
"Saya memperlihatkan contoh dampak perkawinan dini pada pemerintah desa dan masyarakat di daerah saya. Ada remaja 16 tahun yang meninggal saat hamil tujuh bulan. Ada yang sudah menikah 3 tahun punya anak lalu cerai dengan alasan tidak cocok," ujarnya.