Suara.com - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nomad atau nomaden adalah sekelompok orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap atau berkelanan dari satu tempat ke tempat lain. Dulu, alasan utama manusia berpindah-pindah tempat tinggal, karena adanya pergantian musim dan demi mendapatkan sesuatu yang diperlukan kelompok nomaden tersebut.
Meski ratusan tahun berlalu, bangsa nomaden belum benar-benar punah. Hasil riset dari New Internationalist pada 1995 menemukan masih ada sekitar 30 sampai 40 juta orang yang tinggal berpindah-pindah di dunia. Namun sekarang, nampaknya menjadi seorang nomaden kembali menjadi pilihan gaya hidup bukan hanya pada kelompok suku terdalam, tetapi juga masyarakat urban perkotaan.
Seorang Digital Marketing Expert, Tuhu Nugraha mengatakan jika teknologi digital berhasil mengubah banyak sendi-sendi kehidupan masyarakat saat ini. Ia juga menambahkan, jika gaya hidup generasi milenial akan membuat beberapa industri 'terkejut' dan berputar otak agar tetap dapat relevan dan diterima.
"Setelah retail, mungkin berikutnya lagi properti akan terpukul, kenapa? karena generasi milenial tidak membeli rumah. Mereka ranting generation. Sharing economi," terang Tuhu ketika ditemui Suara.com dalam satu kesempatan.
Menurut pandangannya, generasi saat ini tidak melihat ritme kehidupan konvensional seperti sekolah, menikah, membeli rumah, merupakan hal yang menjadi tujuan. "Kalau generasi kali ini (milenial) tidak, mereka bekerja, punya duit, traveling," tambahnya.
Saat ini saja, tambah Tuhu, masyarakat sudah tergantung dengan jasa transportasi online baik motor, mobil, hingga helikopter sebagai sarana transportasi murah dan praktis.
Ia juga menyoroti bagaimana nanti masyarakat Jabodetabek hidup paska MRT beroperasi yang akan menjadi contoh nyata jika gaya hidup nomaden akan semakin menjadi pilihan. "Bahkan sudah ada yang membuat kos-kosan yang berpindah-pindah. Nanti setelah MRT jadi, ada rumah bentuknya kos-kosan di sepanjang jalan MRT, tiap bulan kita bisa pindah. Its smart, kita sewa bulanan dan bisa berpindah-pindah."
Untuk itu, Tuhu meramal jika rumah tinggal akan menjadi kurang penting karena banyak perusahaan yang mengakomodir 'gaya hidup' nomaden para pekerjanya. "Bahkan sudah menyentuh pada ruang perkantoran. Perkantoran juga akan disewakan dan bisa bekerja berpindah-pindah. Sistemnya akan seperti membership," jelasnya.
Beberapa hal lain yang akan 'terdampak' dengan gaya hidup nomaden dan bisnis digital adalah dunia pendidikan dan perhotelan.