Suara.com - Theme Park atau taman hiburan, identik dengan berbagai hal yang menyenangkan, wahana yang menegangkan dan tempat yang tepat untuk seseruan. Tapi, sedikit berbeda di pulau Jeju, Korea Selatan.
Di taman bermain Jeju Loveland, daya tarik utamanya justru terletak pada patung erotis dan berbagai benda seni berorientasi seksual. Mungkin tempat ini bisa dikatakan tak ramah bagi anak-anak.
Setelah berakhirnya perang Korea, perjalanan ke luar negeri masih terbatas, Jeju muncul sebagai tujuan populer untuk pasangan berbulan madu.
Mereka tertarik oleh iklim yang hangat, dan staf hotel yang terkenal sering merancang hiburan malam untuk mendapatkan pasangan baru bagi para tamunya.
Pada 2002, lulusan Universitas Hongik di Seoul mulai membuat patung skandal, menampilkannya di area seluas kira-kira 14 ribu meter persegi, yang merupakan ukuran dua lapangan sepak bola. Dari sinilah Jeju Loveland lahir.
Saat memasuki taman, pengunjung akan di sambut dengan dua kaki yang tengah berdiri lebar sebagai pintu masuk taman ini. Pengunjung bebas menjelajahi lebih dari 140 patung erotis dan instalasi yang bertebaran di luar dan di dalam ruang pameran, yang dibuat menyerupai kubah tradisional Korea.
Beberapa patung ada yang membentuk jalan setapak, berdiri pasangan bertopeng yang memiliki 50 bayangan, perempuan digambarkan dalam posisi menantang dan diorama kecil seorang lelaki yang secara diam-diam mengintip tiga perempuan di toilet.
Hal yang paling mengejutkan tentang Jeju Loveland, bagaimanapun, bukanlah konten seni yang ditunjukkan, tapi betapa berselera itu semua. Setiap pahatan adalah karya seni dan sebagian besar sangat cantik
Ada pula ukiran pasangan Jepang yang sedang bercinta, diukir dengan batu putih, klasik dan sensual. Di bagian lain, tubuh pasangan India, dipamerkan, membawa referensi ke ikonografi yoga dan agama.
Sebuah patung kecil dari dua ekor babi yang berciuman lembut, bahkan menghangatkan hati, dan pengingat bahwa seks melibatkan keintiman dan juga nafsu 'kebinatangan'.
Selain itu, pengunjung juga dimanjakan dengan toko suvenir yang menyenangkan dan kafe yang menyajikan roti berbentuk phallic.
Hui Ying, penulis penulis The Travelling Squid, mengunjungi Jeju Loveland bersama seorang teman pada bulan Desember 2016.
"Kami mengunjungi pulau Jeju untuk menjauh dari keramaian dan hiruk pikuk kehidupan kota," katanya dilansir metro.co.uk.
"Kami mendengar bahwa pulau ini terkenal dengan pemandangan dan air terjun yang indah dan tidak mengharapkan untuk mengunjungi taman seperti Jeju Loveland tapi sebenarnya cukup menyegarkan," tambah dia.
Saat mengunjunginya, ia mengaku, tempat ini relatif sepi. Hanya ada sekitar 10 kelompok kecil pengunjung yang berjalan-jalan, berfoto dan ia hanya butuh sekitar satu jam setengah untuk berkeliling.
Sekarang di tahun ke-13 setelah dibuka untuk umum pada tahun 2004, Jeju Loveland adalah sesuatu yang masih aneh bagi masyarakat Korea Selatan.
Bagi beberapa masyarakatnya, khususnya generasi yang lebih tua, seks masihlah dianggap sebagai hal yang tabu, ini bertentangan dengan pandangan populasi yang lebih muda sudah semakin modern.
Pendidikan seksual di Korea Selatan ada, tapi masih terbatas, produksi pornografi masih ilegal. Tapi, negara ini termasuk negara yang tidak melarang homoseksualitas, perkawinan gay di sana pertama dinyatakan tidak mengikat secara hukum.
Untuk semua sentimentalitasnya, Jeju Loveland pada intinya adalah objek wisata dan ada banyak hal untuk menghibur pengunjung.