Elysabeth Ongkojoyo, Pejuang Hak Perokok Pasif

Senin, 14 Agustus 2017 | 10:36 WIB
Elysabeth Ongkojoyo, Pejuang Hak Perokok Pasif
Pengalaman buruk yang pernah dialaminya saat berhadapan dengan perokok, membuat Elysabeth Ongkojoyo menjadi pegiat hak perokok pasif. (Suara.com/Firsta Nodia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nama Elysabeth Ongkojoyo bukan kali pertama diangkat ke media. Agustus 2015, namanya sempat mencuat lantaran mendapatkan pengalaman buruk dengan perokok di J.CO Mal Pluit Village, Jakarta Utara.

Perempuan yang kerap disapa Ely ini pun membuka cerita pahitnya berhubungan dengan rokok. Ya, Pada Rabu, 26 Agustus 2015, Ely yang kala itu membawa buah hatinya bersantai di J.CO mencoba memperingatkan seorang perokok yang mengambil tempat tak jauh dari area tempat duduknya.

Padahal, kata Ely, masih banyak area tempat duduk lainnya yang tersedia restoran itu. Selain itu ia tahu betul bahwa ada peraturan gubernur yang melarang keberadaan ruang merokok di dalam mal. Sehingga sebagai non perokok, Ely ingin memperjuangkan haknya untuk tidak terpapar asap rokok ketika berada di mal.

"Waktu itu sebetulnya itu orang belom merokok. Dia minta izin mau merokok tepat di sebelah saya. Waktu itu ruangan masih kosong, jadi sebenarnya nggak harus di sebelah saya," ujarnya pada dialog publik beberapa waktu lalu.

Hingga akhirnya Ely memberanikan diri melaporkan si perokok aktif ini ke manajer resto. Bukan haknya sebagai nonperokok yang diperjuangkan, justru manajer resto tersebut meminta Ely mengalah dan pindah ke area lainnya yang kosong untuk menghindari keributan.

"Itu bapak-bapak yang merokok malah meminta manager resto untuk memindahkan saya ke ruang lain. Saya maunya dia yang pindah, karena saya bawa stroller dan barang-barang lainnya jadi lebih repot," tambah Ely.

Namun perempuan yang hobi berganti warna rambut itu tetap ingin memperjuangkan haknya. Ia enggan pindah dari tempat dimana pertama kali memilih duduk. Sayangnya lelaki yang berperawakan sangar tersebut juga tak mau kalah.

"Dia maki-maki. Saya maki-maki balik karena nggak terima. Akhirnya manajer datang, tapi dia kurang berani bertindak tegas sama si perokok itu. Akhirnya saya foto-foto itu perokok dengan niat akan saya sebarin ke media sosial. Tapi dia marah juga di foto dan akhirnya foto balik saya juga," cerita Ely panjang lebar.

Hal yang membuatnya semakin geleng-geleng kepala adalah tingkah laku si perokok yang mau melawan ibu-ibu seperti dirinya. Hingga akhirnya karena takut mengganggu kenyamanan buah hatinya yang masih kecil, Ely memutuskan angkat kaki dari resto itu.

"Saya marah-marah dulu ke manajer resto. Saya duduk nggak gratisan, tapi kenapa saya harus pergi. Sambil lalu saya ingat ada petisi online change.org akhirnya kepikiran bikin petisi dari pengalaman itu," tambahnya.

Pertemuannya dengan si perokok tersebut membuat Ely berkaca dari apa yang terjadi dalam keluarganya. Ia  mengaku bahwa sebagian besar keluarganya adalah seorang perokok. Namun benda itulah yang kemudian merenggut nyawa sang Ayah pada 2012.

"Karena saya tinggal dengan perokok, saya tahu betul mana tempat yang boleh dan tidak merokok. Papi saya saja dulu meski sudah tua selalu berusaha cari tempat rokok yang jauh dari nonperokok. Makanya saya nggak ngerti ini orang (perokok) nggak mau cari tempat aman merokok," tambahnya.

Setelah membuat petisi tersebut, Ely berusaha membujuk teman-temannya untuk menandatanganinya. Bagi mereka yang tahu bahaya besar dari paparan asap rokok, tak butuh waktu lama untuk mendukung petisinya.

Namun ada saja yang acuh tak acuh dengan pesan yang terselip dari petisi yang dibuat Ely. "Keluarga juga nggak mendukung ngapain sih nanti bahaya lho, ini, itu. Tapi aku sendiri nggak mau toleransi karena yang ngalamin aku bukan mereka," lanjut dia.

Tak disangka petisi yang dibuat Ely lambat laun meraup banyak simpati dari masyarakat. Bahkan sejak tercium media, petisi yang digagasnya telah didukung oleh puluhan ribu orang.

Meski begitu, Ely tidak menutup mata bahwa ada sebagian orang yang meragukan kesaksiannya. Berbagai versi cerita tentang kejadian itu beredar di jejaring sosial.

"Di hari ketiga sudah dihubungi sama media minta diwawancara, live di tv. Karena aku kaget aku nggak mau awalnya. Tapi sejak dihubungi media jadi viral petisi jadi banyak yang tanda tangan. Efeknya ada juga yang kontra dan membuat cerita drama. Cerita di balik," ungkapnya merinci.

Sejak membuat petisi itulah Ely aktif menyuarakan hak perokok pasif. Ia tak segan menegur orang-orang terdekatnya atau yang berada di sekitarnya untuk tak merokok di kawasan tanpa rokok.

Baginya, keberadaan ruang merokok di dalam mal adalah pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 75/2005 dan Nomor 88/2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

"Sekarang kalau ke mal saya biasa cari satpam atau petugas keamanaan untuk menegur perokok. Atau kalau saya bawa anak saya, saya ajarin dia untuk mengingatkan si perokok agar tidak merokok di sekitar orang yang tidak merokok. Biasanya kalau anak kecil yang ngingetin lebih ampuh," tutur perempuan yang kini berbisnis produk pewarna rambut ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI