Waspada! Patah Hati Juga Mematikan

Selasa, 20 Juni 2017 | 13:00 WIB
Waspada! Patah Hati Juga Mematikan
Ilustrasi pasangan patah hati (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menderita patah hati ternyata dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada kesehatan jantung. Dalam sebuah survei disebutkan, 3.000 orang Inggris, mayoritas perempuan, menderita 'sindrom patah hati' yang juga dikenal sebagai sindrom takotsubo.

Menurut penelitian, hormon tiba-tiba tersebut disebabkan kondisi stres secara emosional seperti kematian orang yang dicintai, perceraian, pengkhianatan atau penolakan cinta yang dapat merusak otot jantung.

Dalam kasus ekstrem, korban dapat meninggal karena kondisi tersebut, dan dalam kejadian positif, seperti menang lotre.

Diperkirakan, jantung bisa pulih sepenuhnya. Namun penelitian yang dipublikasikan di Journal of the American Society of Echocardiography menunjukkan, otot jantung benar-benar menderita kerusakan.

Ini bisa menjelaskan mengapa korban patah hati cenderung memiliki harapan hidup yang sama dengan mereka yang menderita serangan jantung. Sindrom ini bernama takotsubo, yang merupakan bahasa Jepang untuk 'gurita pot', karena ventrikel kiri, ruang bawah jantung memiliki bentuk yang mirip dengan pot memancing.

Sebuah tim dari Universitas Aberdeen yang didanai oleh British Heart Foundation mengikutsertakan 52 pasien sindrom takotubo selama empat bulan. Mereka menggunakan ultrasonografi, dan pemeriksaan MRI jantung untuk melihat bagaimana jantung pasien berfungsi.

Hasilnya menunjukkan kondisi tersebut secara permanen memengaruhi gerakan pemompaan jantung, menunda gerakan memutar atau 'meremas' yang dilakukan oleh jantung saat dia berdenyut.

Gerakan meremas jantung juga berkurang, sementara bagian otot mengalami jaringan parut yang kemudian mempengaruhi elastisitas jantung dan menghentikannya berkontraksi dengan benar.

"Kami biasa berpikir bahwa orang-orang yang menderita takotubo cardiomyopathy akan pulih sepenuhnya, tanpa intervensi medis," kata pemimpin penelitian, Dr Dana Dawson, dari Universitas Aberdeen.

"Di sini kita telah menunjukkan bahwa penyakit ini memiliki dampak merusak yang lebih lama pada jantung orang-orang yang menderita penyakit ini," sambungnya.

Angka menunjukkan, antara 3 persen hingga 17 persen pasien meninggal dalam lima tahun setelah diagnosis. Sekitar 90% penderita takotubo adalah perempuan dan stres merupakan faktor pemicu kondisi hingga sekitar 70 persen kasus.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa pada beberapa pasien yang mengembangkan sindrom takotsubo, berbagai aspek fungsi jantung tetap tidak normal hingga empat bulan sesudahnya. Khawatir, jantung pasien ini tampak menunjukkan bentuk jaringan parut, menunjukkan bahwa pemulihan penuh mungkin memakan waktu lebih lama, atau memang mungkin tidak terjadi, dengan perawatan saat ini," kata Profesor Metin Avkiran, dari British Heart Foundation, seperti dikutip dari Dailymail.

"Ini menyoroti kebutuhan untuk segera menemukan perawatan baru dan lebih efektif untuk kondisi yang menghancurkan ini," lanjut dia.

Sir James Munby, hakim pengadilan keluarga paling senior di Inggris telah menyebutkan sindrom patah hati sebagai alasan mengapa penting untuk tidak membawa pasangan lanjut usia di rumah perawatan.

"Kami tahu bahwa orang-orang mati karena patah hati. Berapa lama orang bertahan jika mereka dibuang? Waktu yang sangat singkat," tandasnya. (Dailymail)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI