Masjid Bersejarah Ini Miliki Atap Menyerupai Kelenteng

Minggu, 04 Juni 2017 | 10:00 WIB
Masjid Bersejarah Ini Miliki Atap Menyerupai Kelenteng
Atap Masjid Hidayatullah berbentuk melengkung seperti atap rumah khas masyarakat Tionghoa. (Suara.com/Firsta Nodia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di balik menjulangnya gedung-gedung pencakar langit di kawasan Karet Semanggi, Jakarta Selatan, terselip sebuah masjid tua bersejarah yang menggabungkan tiga budaya yakni, Tionghoa, Hindu, dan Betawi. Anda tidak akan menemukan kubah masjid berbentuk setengah bola di Masjid Hidayatullah seperti yang kita temukan di masjid-masjid pada umumnya.

Akulturasi budaya Tionghoa terlihat dari atap masjid yang berbentuk melengkung layaknya atap rumah masyarakat Tionghoa. Menurut ketua pengurus masjid, Tohir, dulunya penduduk di sekitar masjid ini terdiri dari tiga etnis, yakn etnis Tionghoa, Hindu dan Betawi.

"Karena dahulu di daerah Karet ini ada tiga kelompok masyarakat yang tinggal di sini, yakni Hindu, Budha dan Betawi sebagai mayoritas. Pada saat itu mungkin mereka belum mengerti untuk segi arsitektur sehingga disatukanlah tiga unsur budaya ini untuk mewakili etnis yang ada di daerah Karet Semanggi," ujar dia ketika ditemui Suara.com, belum lama ini.

Sedangkan unsur budaya Hindu terlihat dari dua menara kembar yang dimiliki Masjid Hidayatullah. Selain itu, tambah Tohir, puncak mimbar juga menyerupai candi-candi Hindu.

"Mimbar ini masih kita pergunakan untuk sarana ceramah atau khutbah saat salat Jumat. Karena termasuk sunnah rasul menggunakan mimbar untuk dakwah," jelasnya.

Unsur budaya Betawi diwakilkan dengan ornamen jendela dan pintu kayu yang jamak kita lihat di rumah adat Betawi. Ada pula penambahan lampu gantung gaya Betawi sebagai tambahan penerang di masjid ini.
 
Masjid yang didirikan pada 1741 ini, mulanya memiliki luas 3000 meter persegi. Namun seiring dengan pelebaran Kali Krukut dan jalan untuk area perkantoran, kini luasnya hanya tinggal 1600 meter persegi.

"Mulanya hanya satu gedung utama ini, tapi karena kapasitas bertambah sehingga kita bangun gedung baru. Total kita bisa menampung sekitar 2000 jamaah," lanjut tutur Tohir.

Soal penamaan Hidayatullah sendiri, ia menjelaskan bahwa menurut pengurus masjid terdahulu, masjid ini menjadi tempat persinggahan Sultan Syarif Hidayatullah asal Cirebon. Banyak pula jemaah yang mendapatkan petunjuk mengenai hal ini hingga jauh-jauh datang ke masjid ini.

Baca Juga: Masjid Tertua Ini Jadi Saksi Bisu Berdirinya Kota Pontianak

"Nggak cuma jemaah asal Jakarta saja, banyak juga dari daerah lain yang kesini untuk berdoa mencari petunjuk dari Yang Maha Kuasa," tambah dia.

Selama Ramadan ini, Tohir mengatakan, Masjid Hidayatullah memiliki beragam kegiatan seperti menyediakan hidangan berbuka puasa bagi jemaah, Tarawih bersama, tadarus Alquran, hingga iktikaf di 10 hari terakhir Ramadan. Baik ramadan maupun bulan-bulan sebelumnya, masjid ini selalu dipenuhi jemaah.

"Kita juga termasuk masjid yang buka 24 jam, jadi jemaah yang musafir boleh menginap disini, tinggal menyerahkan kartu identitasnya saja," pungkas dia.





BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI