Masjid yang mampu menampung sekitar 1500 jemaah ini juga memiliki arsitektur yang cukup unik karena hampir 90 persen konstruksi bangunannya terbuat dari kayu belian (Eusideroxylon zwageri).
Saat memasukinya, saya melihat ada enam pilar yang terbuat dari kayu belian berdiameter setengah meter di dalam masjid. Ada pula enam tiang penyangga lain yang menjulang ke langit-langit masjid, berbentuk bujur sangkar.
Semula, atap masjid ini terbuat dari rumbia. Tapi agar lebih kuat dan tahan lama, rumbia pum diganti dengan sirap, yakni potongan kayu belian berukuran tipis.
Atap masjid ini juga memiliki empat tingkat. Pada tingkat kedua, terdapat jendela-jendela kaca berukuran kecil. Sementara di bagian paling atas, atapnya lebih mirip seperti kuncup bunga atau stupa.
Baca Juga: Unik, Masjid Tertua di Belitung Hanya Pakai Kayu Hutan Bakau!
Hal unik lainnya adalah ada pada bagian mimbar tempat khutbah yang mirip seperti geladak kapal. Pada sisi kiri dan kanan mimbar terdapat kaligrafi yang ditulis pada kayu plafon.
Meski sudah banyak dilakukan renovasi, namun bangunan ini seakan tetap menunjukkan wajah lamanya yang penuh nilai sejarah.
Masjid Sultan Syarif Abdurrahman biasanya ramai dikunjungi jamaah ketika salat Jumat dan di saat bulan ramadan seperti saat ini, untuk salat Tarawih. Saat hari-hari besar keagamaan umat islam seperti Idul Fitri tiba, masjid ini juga dipenuhi umat untuk menggelar salat Ied.
Letaknya yang berada di dekat pusat Kota Pontianak membuatnya mudah dijangkau, baik melalui jalur sungai dan jalur darat. Pengunjung yang memilih jalur sungai dapat mengaksesnya dengan menggunakan sampan atau speedboat dari Pelabuhan Senghie. Sedangkan Anda yang ingin menggunakan jalur darat dapat naik bus yang melewati jembatan Sungai Kapuas.
Baca Juga: Unik, Masjid di Pulau Penyengat Ini Gunakan Putih Telur