Suara.com - Tanimbar atau yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki kain tradisional tenun ikat. Motif dan warna tenun Tanimbar cukup beragam. Mayoritas berciri garis yang diselingi dengan corak yang umumnya diadaptasi dari alam dan aktivitas sekitarnya.
Tenun ikat Tanimbar dihasilkan oleh para pengrajin tenun perempuan yang berusia tak muda lagi, dengan jumlah penenun yang semakin sedikit. Aktivitas menenun semakin banyak ditinggalkan seiring dengan anggapan bahwa tenun ikat tak lagi memberikan peluang ekonomi yang menjanjikan.
Kondisi inilah yang membuat tenun Tanimbar terbilang kurang dikenal secara luas dibandingkan dengan tenun ikat dari daerah lain.
Beranjak dari kondisi tersebut, INPEX, perusahaan minyak dan gas Jepang yang beraktivitas di Tanimbar, tergerak membangkitkan kembali tradisi setempat melalui program investasi sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR)-nya. Menggandeng desainer Wignyo Rahadi, perusahaan ini berupaya melakukan revitalisasi terhadap tenun Tanimbar.
Baca Juga: Kelompok Tenun Sleman Kembangkan Tenun Batik Beragam Motif
“Pelatihan pengembangan tenun Tanimbar ditujukan untuk melestarikan kearifan lokal tersebut agar punya daya pakai dan daya jual lebih tinggi sehingga dapat mengikuti dinamika era yang semakin modern dan dikenal secara luas,” papar Wignyo Rahadi, desainer dan owner brand Tenun Gaya.
Sejak 2015, pendampingan terhadap para perempuan pengrajin tenun di Tanimbar dilakukan untuk mengembangkan tenun Tanimbar yang semula tampak kaku, terasa berat, dan warna yang rentan luntur menjadi lebih ringan, lembut, dan tidak luntur.
Dengan terobosan tersebut tenun Tanimbar terasa lebih nyaman dikenakan, tanpa meninggalkan motif tradisi yang menjadi identitasnya. "Dengan begitu tenun Tanimbar yang awalnya hanya dibuat dan dipasarkan dalam bentuk kain sarung, kini menjadi kain tenun yang siap digunakan sebagai ragam produk fesyen," imbuh Wignyo.
Program pengembangan tenun Tanimbar yang dilakukan saat ini dalam program CSR INPEX antara lain pelatihan pewarnaan, penggunaan benang dengan kualitas lebih baik, penerapan teknik tenun dengan alat tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) untuk melengkapi alat tenun gedogan, dan eksplorasi desain motif.
Baca Juga: Lekat Bawa Tenun Badui ke London Fashion Week