Suara.com - Kanker, stroke, diabetes, saat ini termasuk jenis penyakit yang umum didengar. Namun, pernahkah Anda sebelumnya mendengar penyakit Mukopolisakaridosis, Treacher-Collins, Joubert Syndrome?
Jika Anda baru mendengar penyakit ini, Yola Tsagia, justru memiliki anak perempuan dengan diagnosis Treacher-Collins Syndrome (TCS). Yola sebelumnya tak pernah mendengar, bahkan mengetahui gejala dari penyakit TCS ini.
Menurut dokter, kelainan yang dialami buah hatinya, Odilia Queen Lyla, merupakan penyakit langka yang merusak susunan tulang di area kepala. Karena penyakit tersebut, kepala putri Yola jadi lebih kecil tanpa tulang pipi. Bahkan, rahang tidak berkembang dan tulang telinga tengah tidak terbentuk.
Minimnya informasi mengenai penyakit langka ini membuat para dokter terlambat mendiagnosis kelainan tersebut.
Baca Juga: Salah Kaprah! Sering Makan Keju Berisiko Terserang Penyakit Ini
"Aku baru tahu Odil mengalami TCS ketika dia berusia enam tahun. Awalnya demam sampai beberapa hari nggak turun, aku langsung cek dokter. Dokternya melihat kondisi telinga odil yang kecil, dan mengira Odil demam karena kondisi telinganya sehingga aku dirujuk ke THT," kata dia.
Oleh dokter THT, perempuan berusia 36 tahun ini disarankan membawa Odil menjalani tes Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Hingga akhirnya dokter THT mengatakan putrinya mengalami TCS.
Setelah cari tahu ke sana kemari, barulah Yola menyadari bahwa apa yang dialami buah hatinya bukan penyakit sederhana. Sebagai orangtua, Yola sempat mengalami syok, dan penolakan.
Beruntung, dia memiliki suami yang mendukungnya untuk tetap tegar.
Baca Juga: Thalassemia Penyakit yang Bisa Dicegah Lho
"Waktu itu aku nangis sejadi-jadinya. Aku denial, marah, nggak bisa terima kenapa Odil yang mengalaminya. Padahal di riwayat keluarga aku dan suami tidak ada satupun yang mengalaminya," jelas dia.
Kondisi pendengaran Odil yang mengalami gangguan cukup berat membuatnya membutuhkan alat bantu dengar bernama Bont Ancord Hearing Ad (BAHA). Selain ketersediaannya yang terbatas, harga alat bantu dengar ini pun sangat mahal, yaitu Rp100 juta.
Beruntung, ada seorang donatur yang mau membiayai separuh dari harga alat bantu dengar tersebut. Odil pun akhirnya mendengar bagaimana riuhnya dunia untuk pertama kali.
"Itu momen menakjubkan buat aku. Detik itu aku yakin bahwa kesadaran akan penyakit langka di Indonesia harus ada supaya banyak ibu yang merasakan seperti apa yang aku rasakan," papar dia.
Sejak saat itu, Yola aktif mencari informasi mengenai penyakit langka di media sosial. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Wynanda B.S. Wibowo dan Koko Prabu, orangtua yang memiliki anak dengan penyakit langka.
"Dari sana akhirnya sepakat untuk membuat Indonesia Rare Disorders pada 24 September 2015. Sekarang sudah 117 orang tua yang punya anak kelainan langka yang bergabung," tutur dia.
Menurut dia, komunitas bagi para orangtua penyandang penyakit langka harus ada untuk saling menguatkan. Ketika orangtua tegar, dan bisa menerima kondisi buah hatinya, mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan sang buah hati.
"Aku berharap kesadaran masyarakat dan tenaga medis mengenai penyakit langka semakin tinggi. Yang kasihan itu kalau mereka tinggal di daerah yang tidak tersentuh, akses ke rumah sakit besar sulit. Karena kapan saja anak-anak ini bisa terancam nyawanya kalau tidak segera ditangani," ungkap dia.
Selain sesi sharing antar-orangtua dan para dokter, komunitas Indonesia Rare Disorders memiliki serangkaian kegiatan lain. Salah satunya, kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit langka di kawasan Car Free Day Sudirman. Bahkan, mereka baru-baru ini menggandeng komunitas Indorunners untuk menularkan semangat sehat pada penyandang penyakit langka.
Yola pun berharap masyarakat tidak menganggap penyakit langka sebagai sebuah kutukan atau penyakit menular. Menurutnya, dukungan dan penerimaan di lingkungan sosial yang dibutuhkan penyandang penyakit langka.
Bagi Anda yang ingin mengikuti kegiatan Indonesia Rare Disorders, bisa mengunjungi akun media sosial mereka di Instagram maupun Facebook @IndonesiaRareDisorders.