Suara.com - Lebih dari dua ribu traveler Amerika Serikat (AS) menderita malaria setelah mereka kembali dari kunjungan ke luar negeri, menurut sebuah laporan terbaru.
Laporan tersebut mendukung data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang menunjukkan bahwa malaria terus meningkat di AS dan harus menjadi peringatan bagi mereka yang ingin mengunjungi negara-negara di mana penyakit ini umum terjadi, kata para ahli.
"Malaria, saat ini di dunia masih merupakan penyebab kematian utama akibat penyakit parasit. Penting bagi setiap orang untuk melakukan tindakan pencegahan," kata Ahli Epidemiologi Fielding School of Public Health di University of California, Los Angeles, Diana Khuu.
Selama beberapa dekade terakhir, intervensi agresif di negara-negara dengan nyamuk pembawa malaria telah mengurangi kasus baru penyakit ini dan, yang lebih penting, kematian juga berkurang.
Baca Juga: Demi Rafathar, Raffi dan Gigi Siapkan Asuransi Pendidikan
Namun, pada tahun 2015, 438 ribu orang meninggal karena penyakit ini di seluruh dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO.
Di AS, malaria endemik, atau malaria yang ditularkan oleh populasi nyamuk lokal, telah dieliminasi pada awal tahun 1950an.
Namun laporan tentang traveler yang kembali ke AS, dengan kasus malaria baru-baru ini malah terus meningkat.
Mereka menemukan bahwa antara tahun 2000 sampai 2014, 22.029 orang dirawat di rumah sakit karena mereka memiliki tanda-tanda malaria. Angka ini sama dengan sekitar 2.100 orang per tahun.
Dari jumlah tersebut, setidaknya 4.823 terdiagnosis dengan kasus berat, yang berarti mereka mengalami gagal ginjal, koma atau gangguan pernapasan akut. Dari 4.823 pasien, 182 orang meninggal dunia.
Baca Juga: Bukan Hanya Atalarik, KPAI Juga Bakal Panggil Anak-anak Tsania
Jumlah kasus rata-rata per tahun ini sedikit lebih tinggi dari angka CDC sebelumnya, namun para peneliti mengatakan bahwa mereka tidak dapat memverifikasi setiap kasus untuk mengkonfirmasi diagnosis, sehingga jumlah sebenarnya bisa sedikit lebih tinggi atau lebih rendah, menurut temuan yang dipublikasikan minggu ini.
Di American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, Khuu mengatakan bahwa jumlah tersebut mungkin mengindikasikan bahwa banyak traveler yang pergi ke negara-negara di mana malaria umum terjadi, tidak menggunakan obat antimalaria, atau menggunakan obat nyamuk dan kelambu saat berada di luar negeri.
Karenanya Dr. Paul Arguin, Kepala Unit Respon Domestik di CDC Cabang Malaria, merekomendasikan agar para traveler bisa memeriksa situs web CDC untuk melihat apakah negara yang mereka akan kunjungi punya kasus malaria yang tinggi atau tidak.
Jika termasuk, mereka harus mengunjungi penyedia layanan kesehatan terlebih dahulu untuk mendapatkan resep obat antimalaria.
"Ini penyakit yang bisa dicegah. Jika Anda akan bepergian ke negara di mana terdapat malaria endemik, ada beberapa langkah pasti yang dapat Anda lakukan untuk mencegahnya," kata dia.
Rincian lain dari studi Khuu juga menjelaskan populasi orang dan bagian negara yang paling terkena dampak cukup tinggi.
Mayoritas mereka tinggal di sepanjang Pantai Timur AS dan di negara-negara Atlantik Selatan, bagian negara di mana malaria terakhir terlihat. (Huffpost)