Yuk, Kenali Lebih Dekat Si "Mata Sendu" dari Batu Mentas!

Jane Suara.Com
Selasa, 02 Mei 2017 | 17:59 WIB
Yuk, Kenali Lebih Dekat Si "Mata Sendu" dari Batu Mentas!
Tarsius Belitung memiliki sejumlah keunikan dibanding Tarsius Sulawesi & Tarsius Filipina.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tak hanya dikenal dengan aneka pantai yang cantik, Belitung juga mengembangkan wisata berbasis ekologi seperti yang ada di Batu Mentas. Terletak di Desa Kelekak Datuk, Kecamatan Badau, Belitung Barat, Anda harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit dari Kota Tanjung Pandan. Akses menuju tempat ini terbilang masih sangat sederhana. Sebagian masih dilapisi dengan tanah merah. Tetapi ketika Anda sampai di lokasi Anda akan takjub melihat keindahan alamnya.

 

Keunggulan wisata di Batu Mentas adalah konservasi salah satu hewan terlangka di dunia, yaitu Tarsius Bancanus Saltator ( sejenis kera kecil ekor panjang) atau Pelilean dalam Bahasa Belitung. Selain di Belitung, hewan ini hanya ada di Sulawesi dan Filipina. Itulah sebabnya, primata berukuran sangat mini ini tergolong hewan langka di dunia. Panjang tarsius sekitar 10 – 15 cm dengan berat tubuh tak lebih dari satu kilogram. Tarsius Belitung berukuran agak lebih besar dibanding jenis sama di Sulawesi dan Filipina. Jika Tarsius Sulawesi hidup di lubang pepohonan, Tarsius Belitung gemar menghabiskan hari-harinya di bawah kanopi daun. Tarsius Sulawesi berkomunikasi dengan suara atau aba-aba, sementara Tarsius Belitung lebih mengoptimalkan kemampuan telinga dalam mengolah gelombang ultrasonik.  Keistimewaan lainnya yang membuat fauna ini sangat unik adalah mata dan tatapannya yang sangat melankolis.

Tarsius adalah hewan nokturnal atau hewan malam. Itulah sebabnya di siang hari hewan mungil ini cenderung tanpa aktivitas, hanya mengamati pengunjung Batu Mentas dalam diam dengan tatapan sendunya. Keistimewaan lainnya adalah kemampuan kepala tarsius yang bisa berputar hingga 270 derajat. Dengan kemampuan memutar ke kanan dan ke kiri 270 derajat ini, Tarsius lebih mudah mendeteksi keberadaan mangsanya. Jika Tarsius Filipina hidup berdasarkan keluarga inti pasangan dan anak-anak, Tarsius Belitung hanya hidup soliter bersama pasangannya. Tak salah jika hewan langka di Batu Mentas ini juga menjadi lambang kesetiaan bagi pasangan. Mereka akan segera menyapih anak-anak mereka setelah berusia enam bulan. Anak-anak tarsius yang telah mandiri akan mengembangkan teritori baru di habitat tarsius. Batasan teritori ditandai dengan air kencing yang baunya mirip dengan amoniak. Kemampuan Tarsius Belitung mengoptimalkan kekuatan ultrasonik juga bermanfaat untuk mempertahankan batas teritori ini. Mereka akan menyerang tarsius yang melanggar batas teritori dengan kemampuan mengembangkan gelombang ultrasonik ini.

 

Batu Mentas tak ingin hanya mengeksploitasi keunikan tarsius sebagai daya tarik wisata.  Kelompok Peduli Lingkungan sebagai pengelola juga menyiapkan wahana bertualang di alam seperti river tubing hingga berbagai fasilitas outbond lainnya yang tentu akan menciptakan sensasi tersendiri. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI