Suara.com - Kebanyakan orang beranggapan bahwa melahirkan merupakan pertaruhan hidup dan mati bagi kaum hawa.
Tantangan yang harus dihadapi belum berhenti sampai di situ. Setelah mendapat gelar 'ibu', perempuan masih harus menghadapi risiko depresi setelah melahirkan.
Dalam istilah medis, kondisi depresi pascamelahirkan disebut Postpartum Depression. Mereka dengan kondisi ini mengalami guncangan emosi yang sangat besar.
Tak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk mengakhiri hidup, karena tak tahan dengan gejala yang dialami.
Hal yang sama dialami pula oleh perempuan bernama Nur Yanayirah. Pernah dalam kondisi depresi berat pascamelahirkan pada 2011, perempuan yang akrab disapa Yana ini memutuskan untuk membuat Komunitas Mother Hope Indonesia. Ide mendirikan komunitas ini muncul karena Yana ingin menguatkan sesama ibu melahirkan.
Kisah bermula ketika ia harus menerima kenyataan bahwa putra pertamanya meninggal dalam kandungan saat usia 26 minggu. Ujian kehidupan ini membuat Yana terguncang dan kehilangan harapan hidup.
"Saya mengalami guncangan emosi yang sangat besar yang membuat mental saya ambruk, roboh, saya merasa putus asa, saya merasa kehilangan semangat hidup, saya juga beberapa kali mendengar suara bayi atau menggendong bantal atau guling seakan-akan bayi saya," ujarnya ketika ditemui dalam temu media beberapa waktu lalu.
Trauma yang dialami Yana memang serius pascakeguguran, berhasilkah ia melalui fase hidupnya yang berat itu? Semuanya dia ungkapkan di bagian selanjutnya.
Baca Juga: Pemungutan Suara Ulang Dilakukan di TPS Gambir
Berawal dari Pengalaman Pahit
Belum hilang trauma pascakeguguran, Yana kembali hamil. Hal ini membuatnya takut kehilangan calon buah hatinya untuk kedua kalinya. Ia mengaku sering mengalami serangan panik, jantung berdetak kencang, keringat dingin dan sesak napas.
"Saya hamil dalam kondisi mental belum siap. Saya masih dalam kondisi depresi, cemas, trauma, dan sering mimpi buruk," cerita Yana.
Kondisi kehamilan yang tak prima, karena depresi membuat janin dalam kandungan Yana pun ikut stres, air ketuban keruh dan hampir habis sehingga bayi perempuan bernama Hana Nabila harus dikeluarkan melalui operasi caesar.
Tindakan persalinan yang ditempuh Yana mendapat stigma negatif dari lingkungan. Ia dianggap belum sempurna menjadi ibu, karena tidak melalui proses persalinan normal. Lagi-lagi Yana tenggelam dalam emosi negatif.
"Mereka bilang kedekatan saya dengan anak kurang, badan saya yang 'melar' usai melahirkan dikomentari orang-orang, mereka juga terus mengusik pilihan saya memberi susu formula. Saya merasa buruk menjadi ibu," ujar Yana.
Tak tahan dengan komentar negatif dari orang-orang disekitarnya mengantarkan Yana pada pilihan untuk mengakhiri hidup. Sebelumnya ia telah beberapa kali menyakiti diri bahkan bunuh diri di sebuah danau dengan membawa bayi perempuan yang dinanti-nantinya selama ini.
"Waktu saya mau bunuh diri, saya dengar suara-suara yang menyuruh saya untuk mati. Pikiran saya, saya ibu yang buruk sehingga harus pergi dari dunia ini. Alhamdulillah banyak yang menggagalkan," lanjut dia.
Apa yang dilakukan Yana setelah urung bunuh diri? Simak kisah selanjutnya.
Para Ibu Saling Menguatkan
Suami Yana yang saat itu menggagalkan percobaan bunuh dirinya melihat ada sesuatu yang salah dengan sang istri. Dia mengajak Yana untuk mengikuti konseling dengan Komunitas Peduli Trauma.
Di komunitas itu Yana merasa lebih tenang. Ia bertemu dengan sesama penderita depresi. Singkat cerita, di komunitas itulah Yana merasa mendapat dukungan, tidak dihakimi dan mulai terbuka dengan kondisi yang dialaminya.
Yana merasa lebih baik dan tidak lagi punya pikiran untuk bunuh diri. "Saya lihat suami saya, saya lihat anak saya dari situ saya baru sadar dan saya ingin bisa sembuh. Kurang lebih dua tahun pergi ke komunitas ikut terapi psikolog baru akhirnya saya sudah mulai bisa jalan-jalan, ngobrol sama tetangga, ikatan dengan anak kuat," katanya.
Melihat betapa tingginya risiko depresi yang dialami perempuan saat hamil dan setelah melahirkan, Yana memutuskan untuk mendirikan komunitas Mother Hope Indonesia (MHI) bersama psikolog yang membantunya keluar dari jeratan depresi.
MHI juga bergabung dengan tiga komunitas kesehatan jiwa seperti Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), Bipolar Care Indonesia (BCI) dan Into the Light dan membentuk Aliansi Kesehatan Jiwa Indonesia (AKJI).
Kegiatan yang dilakukan Mother Hope Indonesia, seputar edukasi melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Email dan juga mengadakan seminar untuk para ibu. Anggota komunitas MHI sendiri sudah mencapai empat ribu orang.
Lewat komunitas yang dibentuknya Yana berharap, bisa membantu lebih banyak perempuan untuk menghadapi perubahan fisik maupun mental saat hamil, pascamelahirkan dan menyusui agar merasa didengar dan tidak dihakimi.
"Saya ingin terus memberi dukungan pada ibu hamil dan menyusui, untuk mencegah risiko depresi saat hamil atau setelah melahirkan sehingga tidak mengalami apa yang saya rasakan," pungkas dia.
Baca Juga: Sakit, Jupe Tak Pernah Luput Berzikir