Kesenian Topeng Malang Ada Sejak Raja Kertanagara

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 23 Maret 2017 | 09:53 WIB
Kesenian Topeng Malang Ada Sejak Raja Kertanagara
Kesenian wayang topeng Malang, Jawa Timur. [Dok pribadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Wayang topeng Malang merupakan warisan leluhur yang menyebar ke seluruh Nusantara. Menurut cerita, menyebarnya kesenian topeng Malang saat ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara di jaman kerajaan Majapahit. Cerita ini dikisahkan oleh dalang, Ki Soleh Adi Pramono, saat pentas Gebyak Topeng Glagah Dowo berjudul “Sri Boyong”, di desa Pulung Dowo, Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (18/3/2017) malam.

Cerita “Sri Boyong”, dikupas dalam perbincangan antara ‘Potro Joyo’ dengan ‘Raden Gunung Sari’.

“Perbincangan dua tokoh itu menjelaskan secara utuh tentang sejarah kesenian topeng Malang sebagai pengetahuan bagi masyarakat,” kata Ki Soleh.

Baca Juga: Gotong Royong Sukseskan Pagelaran Gebyak Topeng Glagah Dowo

Dialog antara ‘Potro Joyo’, ‘Gunung Sari’, dan embannya (pembantu), juga mengupas kondisi seni tradisi sekarang ini. Pada realitasnya, banyak orang asing mempelajari seni tradisi Jawa. Setelahnya, mereka mendirikan sekolah seni tradisi di negaranya masing-masing.

"Orang asing banyak yang antusias dan belajar serius kesenian kita. Di lain sisi, sungguh ironis, pemerintah Indonesia kurang ada kepedulian untuk mendirikan sekolah seni atau kurikulum budaya di dalam pendidikan nasional,” ujar ‘Potro Joyo’.

Tokoh ‘Potro Joyo’ merupakan abdi Raden Gunung Sari yang malam itu diperankan oleh Pak Suroso, seorang tokoh topeng dari Kedung Monggo, Pakisaji. Topeng Potro adalah satu-satunya topeng Malang yang bisa berkomunikasi langsung dengan dalang. Topeng Potro hanya separuh menutupi muka wayang, hanya sebatas bibir atas, bagian dagu topeng tidak ada. 

Menurut pengakuan juru bicara Kampung Budaya Polowijen, Isa Wahyudi yang hadir pada pentas itu, pagelaran wayang Topeng Glagah Dowo malam itu sarat akan petuah dan humor. Dalang Ki Soleh sangat apik membawakan alur cerita.

“Dengan wawasan yang luas tentang sejarah topeng, membuat pagelaran malam itu tidak monoton. Ditambah pemeran ‘Potro Joyo’ bisa mengimbangi humornya Raden Gunung Sari,” kata Isa. 

Pagelaran wayang topeng ini juga diisi oleh beberapa pemain dari berbagai daerah,  seperti Tumpang, Duet, Pakisaji, Jabung, dan Glagah Dowo. Para pemain berkolaborasi dalam cerita ‘Sri Boyong’ yang sangat elok dan menducah jantung.

Doni dan Silfi, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, mengungkapkan apresiasinya atas pagelaran malam itu.

“Kami baru pertama kali menyaksikan pentas wayang sebagus itu. Saya sampai merinding melihat adegannya, sangat bagus,” ungkapnya.

Selama pagelaran berlangsung, udara yang dingin dan gerimis tidak menyurutkan penonton untuk pulang. Mereka tetap terpaku oleh tarian dan alur cerita. Beberapa audiens tampak berpayung dan fokus menyaksikan pagelaran itu hingga tuntas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI