Suara.com - Bangladesh menggelar peragaan busana berbeda untuk memperingati Hari Perempuan Internasional dengan menampilkan 15 peragawati korban serangan air keras, yang tampil dengan percaya diri melawan trauma.
Kekerasan mengerikan, yang marak di seluruh negara Asia Selatan itu, sering dipicu oleh mahar tidak cukup, penolakan lamaran atau sengketa tanah, yang melukai korban seumur hidup dan merusak peluang masa depan mereka.
Sonali Khatun (13) yang wajahnya dilempar dengan air keras ketika berusia baru 17 hari akibat sengketa properti keluarga, memimpin acara Selasa malam itu. Dia menghabiskan hampir tiga tahun di rumah sakit untuk menjalani delapan pembedahan tetapi tidak pernah menyerah untuk memiliki hidup normal.
"Saya ingin menjadi dokter," katanya kepada penonton, yang spontan bersorak dan bertepuk tangan.
Baca Juga: Pengakuan Selma, Tinggalkan Kekasih, Pilih Nikahi Anak Amien Rais
Pada 2008 di usia 24 tahun, mimpi model Asma Khatun hancur ketika penyerang melemparkan air keras pada empat anggota keluarganya, termasuk putrinya yang berusia satu tahun, saat mereka tertidur, karena sengketa tanah.
"Penyerangnya tidak pernah tertangkap tapi seluruh keluarga saya harus menanggung banyak penderitaan," katanya, "Saya sangat senang berada di sini." Farah Kabir, direktur Bangladesh untuk badan amal Inggris ActionAid, yang menjadi tuan rumah acara bertajuk "Beauty Redefined" itu mengataka para perempuan tersebut menunjukkan kekuatan mereka.
"Mereka telah mengalami perjalanan panjang," katanya.
Pada 2002, Bangladesh mengesahkan undang-undang yang membatasi impor dan penjualan air keras dan memberlakukan hukuman mati untuk pelempar air keras.
"Ini adalah sesuatu yang benar-benar dekat dengan hati saya," kata perancang Bibi Russell, "Saya ingin mereka diakui. Biarkan mereka memiliki kehidupan sebagai bagian dari dunia ini." Ganga Dasi, 40, dilempar air keras di wajahnya pada usia 17 tahun setelah dia menolak lamaran pernikahan.
Baca Juga: Fakta Mengerikan di Balik Gemerlapnya Profesi Model
"Saya kehilangan semua berharap untuk hidup. Tidak ada yang datang untuk membantu kami," katanya kepada Reuters saat memyiapkan diri untuk pertunjukan itu.