Meski penelitian akademik dan klinis dalam PCD masih terbatas, namun Dr. Schweitzer percaya ada sejumlah potensi penyebab psikologis, fisiologis dan sosial bermain di dalamnya.
Untuk memulai, orgasme menggoyang hormon neuro di otak, menghasilkan peningkatan kadar endorfin, oksitosin "hormon berpelukan" dan dosis prolaktin untuk melawan efek dari dopamin tinggi.
Jadi dapat dimengerti bahwa tubuh manusia mungkin menanggapi seks sebagai perilaku di luar kendali mereka. Terlebih lagi, banyak orang yang mengalami PCD tidak merasakan depresi sebelumnya.
Menurut Dr. Tudor, menangis setelah berhubungan seks adalah reaksi alami dan belum tentu memprihatinkan.
Baca Juga: Ini Dia Lima Studi Teraneh Tentang Seks
"Saya hanya melihat itu dalam hal dasar. Ini bisa dimengerti bahwa salah satu upaya 'pelepasan' bisa mengarah ke hal lain (menangis)," katanya.
Bahkan, Dr Tudor yang secara profesional sudah menjadi terapis seks pernah mengalami PCD atau menangis pasca hubungan seks. "Saat saya mengalaminya, hal tersebut belum menjadi sesuatu yang dibahas dan dianalisis."
Dr. Tudor mengatakan, jangan pernah merasa takut untuk mencari dukungan kepada pakar profesional jika keadaan PCD sudah dirasa mengganggu.
Jika tidak, biarkan kata-kata perpisahan Dr. Tudor meyakinkan Anda: "Itu hanya bagian dari proses 'pelepasan' seluruh tubuh." (Risna Halidi)
Baca Juga: Belum Resmi Cerai, Duda Jennifer Lopez Gaet Brondong Seksi