Siapa Tahu Mendapat Jodoh?
Sesuai namanya, Kalijodo, yang memiliki dua kata yakni 'Kali' atau sungai dan 'Jodo' atau jodoh mulanya dikenal sebagai ajang mencari jodoh muda-mudi Jakarta saat tradisi Imlek, Peh Cun.
Namun saat itu, sekitar abad 19, kawasan tersebut masih bernama Kali Angke. Sungainya yang jernih dan jauh dari pemukiman penduduk, membuatnya dipilih sebagai pusat perayaan Peh Cun masyarakat Tionghoa di Jakarta.
Sejarawan Ridwan Saidi menggambarkan tradisi Peh Cun sebagai pesta air yang diikuti muda-mudi kala itu. Golongan perempuan akan menaiki perahu yang berbeda dengan kelompok lelaki. Perahu mereka akan saling berkejar-kejaran melintasi sepanjang Kali Angke atau yang kini dikenal sebagai Kalijodo.
Jika ada salah satu perempuan yang ditaksir, maka lelaki di perahu lain akan melempar sebuah kue bernama tiong cu pia yang terbuat dari tepung terigi dan berisi kacang hijau.
"Jika perempuan tersebut membalas lemparan kue ke lelaki itu tandanya mereka saling menyukai dan artinya berhasil mendapatkan jodoh, maka kawasan ini sampai sekarang dikenal sebagai Kalijodo," ujar Ridwan Saidi kepada Suara.com, beberapa waktu lalu.
Sayangnya, tanpa alasan yang jelas, pada 1958, Walikota Jakarta, Sudiro menghentikan tradisi Peh Cun dan Imlek. Sontak sejak saat itu berakhirlah ajang mencari jodoh di Kali Angke.
"Dihentikannya tidak jelas alasannya, cuman dikatakan bahwa perayaan Imlek tidak boleh lagi dirayakan di ruang publik sehingga hanya dirayakan di rumah-rumah saja," celetuknya.
Bagaimana tertarik mendapat jodoh di Kalijodo? Untuk menuju kawasan ini Anda bisa menggunakan moda transportasi umum Transjakarta dan turun di Halte Jembatan Besi, lalu jalan kurang lebih 15 menit. Sedangkan bagi Anda yang membawa kendaraan pribadi bisa melalui Tol Angke menuju RPTRA Kalijodo ini.