Suara.com - Tangerang memiliki sebutan Kota Benteng. Tapi apakah Anda mengetahui bagaimana julukan ini bisa disematkan pada kota di sebelah barat Jakarta ini?
Pekan lalu, Suara.com berkesempatan mengunjungi kawasan Pecinan di Pasar Lama Tangerang. Di tengah-tengah pasar tradisional yang tak pernah sepi pengunjung ini, kami menemukan sebuah bangunan tua yang mencolok dibandingkan ruko di sisi kanan dan kirinya.
Di tembok depan bangunan tersebut terpampang sebuah papan nama yang menunjukkan bahwa lantai yang kami pijak saat itu adalah Museum Benteng Heritage-Warisan Budaya Peranakan Tionghoa Tangerang. Di sinilah kami mendapatkan jawaban asal muasal Tangerang mendapatkan julukan Benteng.
Untuk masuk ke dalam Museum Benteng Heritage, Anda akan dikenakan biaya sebesar Rp25 ribu, sudah termasuk jasa pemandu yang siap menjelaskan benda-benda bersejarah di dalamnya.
Roby, pemandu tur saat itu, mengatakan bahwa tur akan berlangsung selama 45 menit. Ia pun menyampaikan peraturan yang harus dipatuhi pengunjung, seperti tidak boleh mengambil foto dan makan atau minum di bagian dalam ruangan.
Mulanya Rumah Milik Keluarga Tionghoa
Di awal tur, Roby mengantarkan kami ke bagian sisi depan museum. Ia menjelaskan bahwa bangunan tua berlantai dua itu merupakan hasil restorasi dari rumah milik keluarga Tionghoa yang dibangun pada abad ke-17.
Pada 2009, oleh Udaya Halim, bangunan tua itu mulai direstorasi untuk mendapat tampilan yang lebih baik, meski di banyak bagian masih dijaga orisinalitasnya.
"Walau dilakukan restorasi kami masih mempertahankan bentuk asli bangunan. Ini lantai yang teman-teman injak salah satu yang masih asli milik bangunan," ujar Roby kepada peserta tur.
Setelah itu, kami dibawa ke lantai dua museum yang diresmikan pada 11 November 2011 pukul 20.11 WIB ini. Namun kami diminta untuk melepas alas kaki sebelum menaiki anak tangga.
Di sana, Roby menayangkan video pembuatan kecap benteng oleh pendiri pabrik kecap Teng Giok Seng oleh Teng Hai Sui pada 1882 dan Ketjap Siong Hin. Letak pabrik kecap fenomenal ini pun tak jauh dari museum benteng heritage dan klenteng Boen Tek Bio.
Roby juga menjelaskan mengapa setiap rumah masyarakat tionghoa dipasang palang pintu. Bukan untuk menangkal mitos sulit dapat jodoh jika duduk di pintu, tapi menurutnya, agar seseorang dapat membungkukkan diri ketika melewati altar pemujaan yang biasanya diletakkan di depan pintu rumah.
"Sebagai penghormatan kepada pemilik rumah dan biasanya juga ada altar pemujaan di dalam rumah," imbuh dia.
Ada juga koleksi sepatu Cina berukuran sangat kecil. Menurut Roby, perempuan yang memiliki kaki berukuran kecil terlihat lebih cantik dan seksi dibandingkan mereka yang memiliki kaki berukuran besar yang identik dengan imej pekerja keras.
Di bagian tengah, kami diajak menyelami kiprah Laksamana Cheng Ho, pelaut asal Tionghoa yang mendaratkan kakinya di Tanggerang. Setiap kali berlayar, laksamana yang diabadikan namanya sebagai sebuah masjid ini, selalu membawa banyak prajurit.
Tangerang Artinya Batas Perang
Kapalnya yang besar ini memiliki fasilitas yang lengkap bahkan terdapat tenaga medis yang sewaktu-waktu dapat menolong prajurit yang sakit. Di bagian ini pula ia menjelaskan asal mula kota Tangerang.
Roby mengatakan asal nama Tangerang, diyakini berasal dari nama bahasa Sunda yaitu “tengger” dan “perang.”
Baca Juga: Kisah Yakuza Bertato Masuk Islam dan Jadi Imam Masjid
Tengger artinya tanda yang didirikan dengan kokoh, yaitu tugu yang didirikan sebagai simbol batas wilayah kekuasaan kesultanan Banten dan VOC. Dan perang bermaksud bahwa daerah ini menjadi medan perang antara kesultanan Banten dengan tentara VOC. "Jadi Tangerang bermakna batas perang," ujar dia.
VOC mendirikan benteng pertahanan yang kini sudah tak meninggalkan jejak apapun digantikan oleh pusat perbelanjaan Robinson. Keberadaan benteng pertahanan ini dipisah oleh sungai Cisadane.
"Benteng Banten di sebelah barat dan VOC sebelah kiri. Lalu peranakan Tionghoa yang pandai bertani melakukan kegiatan bercocok tanam di sekitar Benteng sehingga mereka mendapat julukan Cina Benteng, sampai sekarang," tambah dia.
Terakhir, Roby mengajak kami melihat penampakan relief dibagian langit-langit bangunan. Relief itu berisi penggalan cerita yang mulanya terkubur debu. Setelah direstorasi, relief berwarna-warni mulai terlihat dan ternyata mengisahkan tentang kegagahan jendral Kwan Kong yang jujur dan setia.
Tak terasa perjalanan mengitari museum benteng heritage hampir selesai. Roby pun mempersilakan kami untuk menuju lantai dasar.
Di akhir tur, kami ditawarkan membeli oleh-oleh khas masyarakat Cina Benteng. Jika Anda tertarik menyelami kehidupan masyarakat Cina Benteng kunjungi museum Benteng Heritage yang buka pada Selasa-Minggu pukul 10.00-17.00 WIB.