Suara.com - Bahasa adalah media bagi orang dengan orang lainnya untuk berkomunikasi. Dengan menguasai beberapa bahasa asing, semua orang di dunia bisa saling berhubungan, mengenal satu sama lain, bertukar informasi dan budaya masing-masing.
Inilah yang didapatkan dari sebuah komunitas bernama Polyglot Indonesia. Komunitas ini dibentuk pada 2012, di saat pencetusnya baru saja menyelesaikan pendidikan di luar negeri, lalu kembali lagi ke Indonesia.
Dia adalah Arra'di Nur Rizal yang pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Argentina saat SMA dan berdomisili di Swedia, Monis Pandhu Hapsari yang sedang di Italia dan Krisna Laurensius yang saat itu berada di Korea Selatan.
"Saat kembali ke Indonesia, Rizal tidak bisa menggunakan bahasa asingnya. Dan karena bahasa jika tidak digunakan akan hilang, ia mulai kehilangan banyak sekali kosa-kata," kisah Mira Fitria Viennita Zakaria, Executive Director Polyglot Indonesia pada suara.com.
Beranjak dari situlah akhirnya Rizal tergerak membuat komunitas bahasa asing agar tidak ada lagi yang mengalami masalah serupa dengan dirinya setelah kembali ke Indonesia. Di tambah lagi, kata Mira, bahasa merupakan kemampuan yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Padahal sebenarnya, tak sedikit orang yang mempunyai semangat untuk belajar bahasa. Untuk itulah komunitas ini hadir sebagai wadah bagi para penggemar bahasa untuk berkumpul dan berlatih bersama.
Mereka mempraktikkan lebih banyak bahasa dengan suasana yang santai dan menyenangkan untuk meminimalisir terintimidasi.
Polyglot sendiri, lanjut Mira, merupakan istilah pinjaman dari kata yunani yaitu polýglÅttos yang artinya 'banyak lidah'.
"Istilah polyglot atau polyglotism sebenarnya adalah sebutan untuk orang-orang yang menguasai banyak bahasa. Di dalam bahasa Inggris, istilah polyglot lebih digunakan untuk orang yang bisa lebih dari tiga bahasa," jelas dia.
Untuk terus mengasah kemampuan bahasa para anggotanya, Polyglot Indonesia yang saat ini sudah memiliki 18 ribu anggota di sosial media rutin bertemu dengan menggelar kegiatan yang disebut Language Exchange Meetup. Tujuan dari kegiatan ini, kata Mira, untuk mempraktikkan bahasa-bahasa yang sudah mereka pelajari.
Dalam kegiatan ini, biasanya para anggota Polyglot Indonesia dikelompokkan sesuai bahasa yang dikuasainya. Tiap kelompok mendiskusikan topik-topik tertentu yang dipandu oleh seorang koordinator bahasa.
Koordinator bahasa, kata Mira, bukan sembarang orang. Setidaknya dia harus menguasai tiga sampai empat bahasa tambahan di luar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kegiatan ini bisa dilakukan sambil hangout dimana saja, seperti kafe, mal atau mengikuti acara menonton film di pusat kebudayaan, sehingga partisipan bisa lebih luwes dan tidak tegang.
Kemudian, lanjut dia, ada pula kegiatan mengajar yang dilakukan di beberapa kota, bagi mereka yang ingin mempelajari bahasa lebih dalam, seperti Semarang dengan Buddy Class, Les bahasa di Rumah Bahasa milik Pemerintah Kota Surabaya hingga Language Camp di Subang.
"Kami juga sempat mengisi beberapa seminar dan talkshow, mengenai penguasaan bahasa asing, manfaat bahasa asing dalam dunia kerja ataupun untuk persiapan kuliah. Di Aceh dan Surabaya juga kami ada kerjasama dengan stasiun radio untuk siaran bahasa asing," ungkap Mira.
Tak hanya itu, Polyglot Indonesia juga kerap mengadakan kegiatan bertaraf internasional bersama komunitas Polyglot dari negara lain, seperti memperkenalkan Polyglot Indonesia; United Nations Alliance of Civilisations Global Forum di Bali pada 2014 dan di Azerbaijan pada 2016, hingga beberapa forum bahasa asing di Eropa.
Tak hanya itu, ada pula acara tahunan yang dinamakan Polyglot Indonesia National Gathering (PING), dengan agenda mengumpulkan semua koordinator dari semua Chapter Polyglot Indonesia dan melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya speech contest bertajuk “Unity in Diversity” dalam bahasa Inggris.
Ada tiga jenis kelompok yang dituju untuk bergabung dalam komunitas ini. Pertama adalah teman-teman Indonesia yang pernah mempelajari bahasa asing di luar negeri dan ingin menjaga kemampuan bahasa mereka.
Lalu, orang Indonesia yang ingin meningkatkan kemampuan percakapan mereka dengan berlatih bercakap-cakap dengan penutur asli dan pelajar bahasa yang lain dan bagi orang asing yang ingin mempraktikkan bahasa Indonesia mereka.
Dan orang-orang asing yang ingin berlatih percakapan bahasa Indonesia dan ingin membantu orang lain untuk mempelajari bahasa ibu atau bahasa asli mereka.
"Kita harus ingat bahwa bahasa adalah kemampuan yang akan berkembang jika di pakai terus menerus. Sering-seringlah berlatih sebisa mungkin dan tidak takut salah," kata Mira.
Hingga saat ini, anggota Polyglot Indonesia banyak yang fasih berbahasa Prancis, Jerman, Inggris, Jepang, Itali, Spanyol, hingga Korea. Beberapa koordinator bahasa juga bisa berbahasa Arab, Mandarin, bahkan Esperanto.
Nah, tertarik bergabung dengan komunitas yang sudah tersebar di banyak kota di Indonesia, seperti Jakarta, Aceh, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Kebumen, Malang, hingga Denpasar ini? Menurut Mira, Polyglot Indonesia menyambut siapa pun dari latar belakang manapun, dan dari umur berapapun untuk bergabung.
"Kami anjurkan bagi yang ingin bergabung untuk bisa mengikuti kegiatan Language Exchange Meetup kami agar kemampuan bahasanya terus dilatih. Untuk kegiatan pengajaran bahasa, tentunya level bahasanya tidak perlu terlalu mahir," tutup dia.