Menpar Yakin Target 20 Juta Kunjungan pada 2019 Tercapai

Jum'at, 28 Oktober 2016 | 15:00 WIB
Menpar Yakin Target 20 Juta Kunjungan pada 2019 Tercapai
Ilustrasi turis Cina. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pariwisata, Arief Yahya tampil dalam “DBS to The Point”, di studio BeritaSatu TV, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2016. Host acara berdurasi 60 menit, sekaligus pemimpin redaksi televisi berita itu, Don Bosco Selamun, menanyakan berbagai hal terkait strategi pariwisata Indonesia, termasuk go digital.

“Go Digital be The Best” merupakan program andalan Kementerian Pariwisata yang dipercaya menpar sebagai cara yang paling masuk akal untuk menggapai target 20 juta kunjungan wisman pada 2019. Mengapa digital?

“Sebanyak 70 persen turis search and share dengan digital online. Anak-anak muda sudah bertransformasi budaya menuju digital lifestyle. Ketika the future customers sudah berubah, kita juga harus mengikuti arah perubahan untuk memenangkan persaingan,” katanya.

Berarti media promosi lebih banyak dialokasikan ke digital?

“Sudah pasti. Tahun pertama, 60 persen promosi ke media konvensional, 40 persen digital, dan tahun kedua sudah 50:50. Tahun ketiga sudah terbalik, 40:60, dan tahun keempat, 30:70. Konvensional media tidak bisa diabaikan, karena untuk awareness. Saya yakin konsep convergency media dan hanya digital yang bisa menggabungkan semuanya, mulai dari search,  book sampai pay,” jelasnya.

Pada media luar ruang, seperti bus di Paris, taxi di London, tram di Melbourne dan Amsterdam, bandara di Jepang, Korea, stasiun kereta dan halte bus di Singapura, digital signed di banyak kota di dunia, dilakukan pada waktu yang tepat. Misalnya, bus-bus wisata di Paris dibungkus “Wonderful Indonesia” saat EURO Cup 2016, yaitu ketika jutaan orang menyerbu Prancis yang menjadi tuan rumah kegiatan itu.

Lalu black cab taxi di London yang menampilkan 11 ikon pariwisata Indonesia, seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Bali, Raja Ampat, Pulau Komodo, dan lainnya, dilakukan di saat World Travel Market (WTM) London. Itulah saat ribuan pelaku usaha dan industri pariwisata seluruh dunia berada di ibu kota Inggris itu untuk mempromosikan pariwisatanya masing-masing.

Begitu pun saat Internationale Tourismus Börse ( ITB) Berlin di Jerman, kawasan Messe, bursa pariwisata terbesar di dunia itu sangat beraroma “Wonderful Indonesia”.

“Kita menyadari, dana promosi kita tidak banyak, sehingga harus digunakan pada waktu dan tempat yang tepat,” jelas Arief.

Kemenpar Menyediakan Pasar Digital
Soal digital, Kemenpar sudah menempatkan materi promosi di hampir semua big name media, seperti Google, Baidu, Youtube, TripAdvisor, Ctrip, dan lainnya. Bahkan menpar mendorong terbentuknya Indonesia Travel Xchange (ITX), semacam pasar digital yang mempertemukan supplier dan demand dalam satu platform.

ITX merupakan upaya Kemenpar untuk menjawab kegalauan pelaku bisnis dan industri pariwisata yang tergerus oleh kecepatan online travel agent (OTA), yang lebih gesit, lebih cepat, lebih menarik, dan lebih atraktif.

“Kami membuatkan pasar digital. Kami membuatkan template standar untuk website. Jika mereka belum punya media online sebagai own media mereka, maka kami siapkan booking system dan payment system-nya, yang mana kalau membangun sendiri bisa menghabiskan Rp 300-400 juta. Di ITX ini free, dan diberi asistensi secara free juga,” tambah menpar.

Arief sadar, jika tidak berubah, para pelaku industri akan tergerus perkembangan digital yang semakin masif.

Pada kesempatan itu, Don Bosco mengaku nyaman berbincang dengan menpar, karena tak ada kesan menggurui, tidak memaksakan ide, tidak banyak bermain dengan janji-janji, dan tidak menggunakan kata-kata bersayap. Semua pernyataannya disebutkan dengan data, angka, tren, dan menggunakan global standar.

Menpar juga dinilai tidak canggung untuk mengakui bahwa pariwisata Thailand dan Malaysia lebih maju dan lebih banyak jumlah wismannya. Indonesia masih 10 juta wisman per tahun, Malaysia sudah 25 juta, dan Thailand 30 juta.

“Jadi jangan menurunkan target dari 20 juta kunjungan, ya! Pertama, itu target Presiden Joko Widodo. Kedua, meskipun fantastis, proyeksi 2019 itu masih kalah dari Malaysia dan Thailand. Kita jangan berdebat soal 20 juta, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kita harus kejar target itu,” jawab Arief, ketika ditanya soal optimisme menuju target tersebut.

Kata-kata menpar soal, “Jangan menurunkan target 20 juta, karena kita tidak mau jadi bangsa yang kalah!” rupanya menarik perhatian Don Bosco.

“Tolong ulangi, pak!” kata Don minta Arief mempertegas lagi pernyataannya.

Dengan cara apa mengejarnya?

“Itulah yang membuat saya banyak mengerjakan tugas yang sebenarnya bukan pariwisata. Tapi kalau dasarnya tidak diperbaiki, maka tidak akan mencapainya, seperti go digital, airlines atau akses, dan homestay atau amenitas. Soal akses, saya harus roadshow ke airline (Garuda Indonesia, AirAsia, Lion Air Group, Sriwijaya Air), juga ke airport (Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II) untuk memastikan seats capacity mampu mengangkut wisman dengan target 20 juta itu,” katanya.

Untuk Mewujudkan Target, Akses Wisata Butuh Tambahan “Seats Capacity”
Arief menilai, target 20 juta kunjungan itu membutuhkan 30 juta seats pada 2019. Tahun ini, target Kemenpar adalah12 juta kunjungan. Tahun depan harus sudah menaikkan daya tampung tempat duduk pesawat yang masuk ke Indonesia sebanyak 22 juta seats, yang artinya ada defisit 3 juta seats.

Bagaimana mengatasinya?
“Itulah mengapa saya sisir satu per satu, sampai urusan slots bandara, menambah jam operasional bandara, menaikkan status bandara menjadi internasional, melobi airlines untuk direct flight, menggunakan pesawat berbadan lebar, dan lainnya. Itulah mengapa saya harus keliling,” ungkapnya.

Mungkin karena kesibukan ini, Don Bosco menyebut, betapa sulitnya mengundang menpar berdialog di studio BeritaSatu TV. Berkali-kali perjanjian gagal.

“Saya ingat dulu, ketika bersama Forum Pemred bertemu Presiden Jokowi. Saya tanya, bagaimana profil menpar yang akan dipilih. Kata presiden, harus jagoan marketing tulen. Ia harus keliling ke mana saja untuk berjualan pariwisata Indonesia. Ia tidak harus di sini, di kantor,” kata Don Bosco menirukan Presiden Jokowi.

Rupanya sosok yang dimaksud adalah Arief Yahya, yang menginvestasikan waktunya untuk kegiatan produktif.

“Harus mengutamakan yang utama. Kalau kita menghadapi target spektakuler seperti ini, harus fokus. Hasil yang luar biasa hanya bisa ditempuh dengan cara yang tidak biasa!” kata Arief.

 “Tolong diulang,” pinta Don Bosco, agar pemirsanya lebih jelas mendengar filosofi tersebut.



BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI