Suara.com - Di antara segudang aktivitas yang rutin dilakukan, pernahkah kita meluangkan waktu untuk berbuat sesuatu demi lingkungan sekitar yang bersih dan sehat? Jika jawabannya adalah belum, mungkin Anda harus merasa malu dengan sebuah kenyataan di bawah ini.
Bagaimana tidak, untuk mewujudkan Ibukota yang bersih dan lingkungan yang bebas sampah, sekumpulan warga Jepang lah yang justru turun tangan, untuk memunguti sampah yang dibuang sembarangan oleh warga Jakarta.
Salah satunya adalah Tsuyoshi Ashida. Berawal dari hobi olahraganya yang dilakukan setiap Minggu pagi di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Ashida merasa prihatin melihat begitu banyak sampah yang berserakan di lingkungan tersebut.
Ia pun kembali, sambil membawa kantung sampah dan tak segan untuk memungutinya satu per satu. Hingga pada April 2012, sebuah surat kabar komunitas warga Jepang, The Daily Jakarta Shimbun, memuat tulisan Ashida tentang hal ini.
Dalam tulisan itu, ia menghimbau, untuk siapapun yang ingin mengubah kondisi ini, meskipun dengan usaha kecil, bisa berkumpul bersama dirinya. Ternyata, imbauan ini pun menggugah hati para ekspatriat Jepang yang lain.
Mereka pun lantas berkumpul dan berdiskusi untuk membentuk sebuah komunitas bernamakan Jakarta Osoji Club (JOC), yang mengambil kata Osoji, berarti bersih-bersih dalam bahasa Jepang. Dari hasil diskusi ini, mereka akhirnya memutuskan untuk rutin setiap dua pekan sekali memungut sampah di tempat di mana banyak orang berkumpul.
Dari semula sekitar 10 orang warga Jepang yang tergabung, lama kelamaan menjadi sekitar 70 orang Jepang bergabung dalam JOC. Mulai dari ibu rumah tangga, guru sekolah Jepang, bapak-bapak yang bekerja di berbagai perusahaan, hingga anak-anak.
Lama kelamaan, aksi mereka mengundang perhatian orang Indonesia yang kemudian ikut bergabung. Kini, jumlah orang Indonesia pun sekitar 300 orang. Mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia.
"Kita sebagai generasi muda Indonesia yang melihat itu, jadi merasa malu. Kenapa orang asing yang mungutin sampah? Akhirnya kita pun bergabung. Dan sekarang, mayoritas volunteer JOC adalah orang Indonesia. Sedangkan para ekspatriat Jepangnya sudah banyak yang pulang ke negaranya masing-masing. Jadi, kita yang meneruskan," cerita Didi, salah satu volunteer JOC saat suara.com temui.
Untuk kegiatan rutin setiap dua pekan sekali, kata Didi, Gelora Bung Karno (GBK) lah yang mereka pilih. Mengingat tempat ini cukup ramai dikunjungi orang, dan sering banyak sampah berserakan. Namun, karena saat ini GBK tengah dalam proses renovasi, lokasi kegiatan pun berpindah ke Bundaran Hotel Indonesia.
Di sana, JOC yang biasanya menggunakan seragam berwarna hijau, memunguti sampah dengan alat penjepit di tangan kanannya dan kantung pengumpul di tangan kiri. Mereka juga tak segan membawa atau mengalungi papan yang bertuliskan berbagai slogan peduli lingkungan. Salah satunya adalah kampanye utama mereka yang berisikan ”malu buang sampah sembarangan”.
Selain itu, lanjut dia, JOC juga kerap melakukan kampanye kebersihan di sekolah-sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga berguruan tinggi. Di sana mereka juga berbagi cerita tentang budaya bersih yang dilakukan oleh generasi muda di Jepang.
"JOC sudah dua kali ke Jepang untuk belajar budaya bersih langsung di sana. Kami melihat, di sana, budaya bersih sudah diajarkan sejak dini. Mereka diajarkan bersih-bersih setiap hari di lingkungan sekolah. Mereka menganggap bahwa kegiatan ini menyenangkan. Kalau di sini, bersih-bersih malah dijadikan hukuman bagi siswa," ungkap dia.
Di Jepang, mereka juga diajarkan tentang pemilahan sampah. Mereka menerapkan empat, delapan bahkan 16 pemilahan sampah. Inilah yang dibawa oleh JOC ke Indonesia. Meski tidak sebanyak di Jepang, mereka biasanya akan membawa tempat tiga sampah untuk sampah organik, anorganik dan botol dalam setiap kegiatannya.
Selain memunguti dan memilah sampah, komunitas ini juga mulai bergerak pada kegiatan pengurangan sampah. Menurut Didi, setiap orang itu pasti menghasilkan sampah. Jadi, sudah seharusnya masyarakat Indonesia mulai mengurangi sampah. Apalagi, mengingat tempat pembuangan akhir di Bantar Gebang, Jawa Barat sudah tak sanggup lagi menampung sampah.
Untuk mensosialisasikan hal ini, mereka pun membuat kampanye membawa tumbler atau tempat minum sendiri, sehingga kita tak lagi membeli minuman kemasan yang nantinya akan menjadi sampah.
Mereka juga membuat tas belanja untuk meminimalkan penggunaan plastik saat belanja, serta membawa alat makan sendiri untuk mengurangi penggunaan sterofoam atau mika yang sulit terurai.
"Walaupun ini adalah hal kecil, tapi kalau semua orang melakukan itu, sampah di Jakarta pasti akan berkurang," tambah dia.
Meski termasuk kegiatan yang sangat mulia, bukan berarti JOC tak memiliki tantangan dan kesulitan dalam setiap kegiatan yang mereka jalani. Menurut Didi, tak jarang orang menganggap mereka sebagai petugas kebersihan atau 'tempat sampah keliling'.
"Banyak orang malah jadi keenakan karena sampahnya diambilin. Mereka juga jadi pada nitip sampah sama kita. Nah, kalau sudah begitu, kita nggak akan mau ambil. Biasanya, kita akan mengarahkan letak tempat sampah sebenarnya agar mereka terbiasa untuk membuang sampah pada tempatnya," ujar dia.
Tak jarang, mereka pun dimarahi saat menegur atau memberitahu orang lain untuk buang sampah di tempatnya. Dengan adanya komunitas ini, JOC berharap semua orang bisa membuang sampah pada tempatnya dan sesuai dengan kategorinya.
Serta memiliki rasa malu ketika membuang sampah sembarangan dan membuat banyak lagi orang untuk mengurangi jumlah sampah diri sendiri.
Ingin bergabung bersama JOC? Anda hanya tinggal bergabung ke Facebook Fanpage Jakarta Osoji Club, dan mengikuti kegiatan rutinnya. Yuk, mulai jaga lingkungan dari sekarang!