Untuk kegiatan rutin setiap dua pekan sekali, kata Didi, Gelora Bung Karno (GBK) lah yang mereka pilih. Mengingat tempat ini cukup ramai dikunjungi orang, dan sering banyak sampah berserakan. Namun, karena saat ini GBK tengah dalam proses renovasi, lokasi kegiatan pun berpindah ke Bundaran Hotel Indonesia.
Di sana, JOC yang biasanya menggunakan seragam berwarna hijau, memunguti sampah dengan alat penjepit di tangan kanannya dan kantung pengumpul di tangan kiri. Mereka juga tak segan membawa atau mengalungi papan yang bertuliskan berbagai slogan peduli lingkungan. Salah satunya adalah kampanye utama mereka yang berisikan ”malu buang sampah sembarangan”.
Selain itu, lanjut dia, JOC juga kerap melakukan kampanye kebersihan di sekolah-sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga berguruan tinggi. Di sana mereka juga berbagi cerita tentang budaya bersih yang dilakukan oleh generasi muda di Jepang.
"JOC sudah dua kali ke Jepang untuk belajar budaya bersih langsung di sana. Kami melihat, di sana, budaya bersih sudah diajarkan sejak dini. Mereka diajarkan bersih-bersih setiap hari di lingkungan sekolah. Mereka menganggap bahwa kegiatan ini menyenangkan. Kalau di sini, bersih-bersih malah dijadikan hukuman bagi siswa," ungkap dia.
Di Jepang, mereka juga diajarkan tentang pemilahan sampah. Mereka menerapkan empat, delapan bahkan 16 pemilahan sampah. Inilah yang dibawa oleh JOC ke Indonesia. Meski tidak sebanyak di Jepang, mereka biasanya akan membawa tempat tiga sampah untuk sampah organik, anorganik dan botol dalam setiap kegiatannya.
Selain memunguti dan memilah sampah, komunitas ini juga mulai bergerak pada kegiatan pengurangan sampah. Menurut Didi, setiap orang itu pasti menghasilkan sampah. Jadi, sudah seharusnya masyarakat Indonesia mulai mengurangi sampah. Apalagi, mengingat tempat pembuangan akhir di Bantar Gebang, Jawa Barat sudah tak sanggup lagi menampung sampah.
Untuk mensosialisasikan hal ini, mereka pun membuat kampanye membawa tumbler atau tempat minum sendiri, sehingga kita tak lagi membeli minuman kemasan yang nantinya akan menjadi sampah.
Mereka juga membuat tas belanja untuk meminimalkan penggunaan plastik saat belanja, serta membawa alat makan sendiri untuk mengurangi penggunaan sterofoam atau mika yang sulit terurai.