Presiden Minta Kemenpar Bangun Desa Wisata

Ririn Indriani Suara.Com
Senin, 17 Oktober 2016 | 12:58 WIB
Presiden Minta Kemenpar Bangun Desa Wisata
Ilustrasi homestay di sebuah pantai di Lombok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di sela-sela acara puncak Sail Selat Karimata 2016, Sabtu (15/10/2016) di Pantai Pulau Datok, Desa Sutera, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, Presiden Joko Widodo meminta agar ada desa-desa wisata di Tanah Air.

Tanpa menunggu lama, Menteri Pariwisata, Arief Yahya langsung melakukan koordinasi internal dan eksternal dengan jajarannya pada Minggu (16/10/2016) pagi.

“Saya sudah kontak Pak Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Besok, Senin (17/10/2016), saya mengirim Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Kemenpar, Dadang Rizky untuk menindaklanjuti secara teknis dengan Dirjen PPMD Kemendes PDDT, Prof Dr Erani, yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Kami akan segera menentukan quick win, destinasi mana saja yang paling siap untuk dijadikan desa wisata,” kata Menpar di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam membangun destinasi, Kemenpar merasa perlu mempertimbangkan 3A, yaitu atraksi, akses, dan amenitasnya. Atas dasar-dasar tersebut, maka pilihan pertama adalah 3 greaters atau destinasi utama, Bali-Jakarta-Kepulauan Riau.

Sekitar 90 persen wisman masuk ke Tanah Air melalui 3 pintu tersebut, Bali 40 persen, Jakarta 30 persen, dan Kepri 20 persen.

Prioritas berikutnya, kata mantan Dirut PT Telkom itu, adalah desa-desa yang berada di 10 Bali baru, atau 10 top destinasi, yaitu Danau Toba-Sumut, Tanjung Kelayang-Belitung, Tanjung Lesung-Banten, Kepulauan Seribu-Jakarta, Candi Borobudur-Jateng, Bromo Tengger Semeru (BTS)-Jatim, Mandalika Lombok-NTB, Labuan Bajo Komodo-NTT, Wakatobi-Sultra, dan Morotai-Maltara.

Selain dua prioritas di atas, pilihan juga dijatuhkan pada 10 top destinasi teraktif, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Banyuwangi, Sulawesi Utara dan lainnya.

“Selain menggunakan kriteria 3A, kami juga lihat track record CEO commitment-nya. Bagaimana pimpinan daerah, dalam hal ini gubernur, bupati dan wali kotanya membangun daerah dengan pendekatan pariwisata. Untuk atraksi, utamakan yang sudah KSPN atau Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Ini penting, agar berada dalam bingkai yang benar dan cepat,” ujar Arief, yang mendidik pasukannya di Kemenpar dengan solid, speed, and smart (3S) itu.

Pendirian Pondok Wisata akan Segera Direalisasikan
Program desa wisata, menurut menpar juga berhubungan dengan rencana membangun 100.000 homestay yang bakal dimulai pada 2017. Desain arsitektur rumah Nusantara pada pondok wisata semakin relevan untuk segera diimplementasi.

Rencananya, pada 28 Oktober 2016, desain arsitektur akan selesai dan langsung bisa digunakan untuk pembangunan homestay.

“Kelak, ketika desa wisata sudah siap jual, maka akan langsung dipromosikan, dan selling platform-nya akan masuk dalam DMP atau Digital Market Place. Desa wisata bisa berfungsi ganda, bisa sebagai amenitas, yaitu akomodasi di rumah penduduk yang sudah sadar wisata dan bisa juga sebagai atraksi, karena berada dalam atmosfer kehidupan masyarakat desa yang kaya budaya,” ujarnya.

Menpar mengapresiasi ide Presiden Jokowi, yang dinilainya sebagai presiden yang betul-betul menaruh harapan besar pada sektor pariwisata sebagai salah satu program prioritas, selain infrastruktur, pangan, energi, dan maritim.

Capaian grafik pariwisata selalu naik. “Pariwisata adalah penyumbang PDB, devisa dan lapangan kerja yang paling mudah dan murah,” kata Arief.

Ia menambahkan, sektor ini bisa bersaing di level global. Apalagi jika presiden terus mendorong pariwisata sebagai leading sector.

“Kalau masyarakat desa masih tetap dibiarkan bercocok tanam, bermata pencaharian sebagai petani, maka hasilnya tidak akan bisa berkompetisi dengan Cina, Thailand dan Vietnam, yang juga maju pesat,” katanya.

Di desa wisata, masyarakat tetap bisa melakukan aktivitas menanam padi, palawija, hortikultura dan mengurus ternak. Namun hasil dari bercocok tanam dan pertanian itu bukan yang ditunggu.

“Wisman melihat prosesnya sebagai atraksi wisata. Suasana desa wisata yang ramah, gotong royong, penuh dengan rasa kekeluargaan, kaya budaya lokal, dan sadar wisata. Itulah yang dijual sebagai atraksi di destinasi desa wisata,” katanya.

REKOMENDASI

TERKINI