Suara.com - Puri Asri Hotel Magelang, Jawa Tengah menjadi saksi semangat para pelaku industri pariwisata di Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang). Mereka mengaku baru mengerti dengan konsep go digital yang disosialisasikan Menteri Pariwisata, Arief Yahya di berbagai forum.
"Kawan-kawan industri juga baru tahu detailnya! Terima kasih Kemenpar RI, kami dibimbing sampai detail di implementasi,” kata Prasetyo Aribowo, Kadisbudpar Jateng, di Magelang, beberapa waktu lalu.
Asistensi detail yang dipresentasikan Claudia Ingkiriwang, Ketua Probis Indonesia Travel X-change (ITX), Sigma itu membuat sekitar 60 pelaku bisnis pariwisata di Jateng membuka mata. Digital Market Place (DMP) atau lapak-lapak yang disediakan ITX dinilai bakal membawa mereka naik level.
Para pelaku bisnis diminta bertransformasi dari cara bisnis manual dan konvensional menuju digital yang profesional. Apa benefitnya?
"Pertama, pembayaran langsung dari customers ke supplier tidak mandek di ITX," ujar Claudia.
Supplier ada tiga A, yakni akomodasi, akses dan atraksi. Akomodasi adalah hotel dan resort. Akses adalah industri transportasi, penyewaan mobil, bus pariwisata, dan moda lainnya, sedangkan atraksi adalah theme park, restoran, café, seni pertunjukan, tour guide khusus, fotografer galeri yang menjual stock shoot, dan lainnya.
Distributor merupakan tour operator, tour agent, yang menggabungkan, mengatur, dan membuat paket tur dengan materi 3A.
Sistem pembayaran langsung dari customers ke supplier dan distributor menjamin keuangan secara aman. Uang tidak akan mampir ke mana pun, termasuk ke ITX.
"Di sinilah titik krusial yang sering ditakuti oleh pelaku bisnis online. Takut uangnya tidak sampai ke pemberi layanan. Lalu sistem administrasi juga digital, otomatis. Keamanannya berlapis dan terjamin. Tidak akan ada fraud!" kata Claudia.
Fraud merupakan istilah dalam bidang teknologi informasi (IT), yang berarti kecurangan atau melanggar hukum, illegal-acts, yang dilakukan secara sengaja dan dapat merugikan pihak lain.
Dalam payment system, hal itu sudah diantisipasi dan sistem pengamanan arus transaksi uang ini sudah berlaku di seluruh dunia.
"Kalaupun ada yang tidak beres, pihak payment gateway-nya yang akan bertanggung jawab. Bukan supplier, distributor, apalagi customers," ujarnya.
Poin kedua, Claudia, yang menyebut dirinya sebagai ladies backpacker itu mengulang keuntungan plus plus yang tidak akan ditemukan dalam industri IT manapun.
"Kami menyediakan website gratis, dengan cukup menyiapkan 1 orang IT saja. Jika Anda memulainya dari nol, paling lama 6 minggu sudah bisa online. Jika materi paket, promo, desain foto dan infografisnya sudah siap, tidak sampai satu minggu sudah bisa berjalan. Jika membangun web profesional sendiri minimal harus menyediakan Rp 75-100 jutaan," kata Claudia.
Ketiga, ITX juga sudah menyiapkan mesin booking system dan payment system, sehingga akan terintegrasi dalam satu platform, mulai dari look, book, and pay.
"Kalau fasilitas ini dibangun sendiri, membutuhkan biaya sekitar Rp 300 jutaan," ujarnya.
ITX Mampu Membuka Pasar dengan Lebih Luas
Pada kesempatan itu, Samsriyono Nugroho, Stafsus Menpar Bidang IT menambahkan, ITX sendiri tidak berbisnis di travel agent, bukan online travel agent (OTA), dan tidak berbisnis terkait akomodasi, akses, atraksi.
ITX betul-betul hanya perusahaan IT yang menyediakan platform dan mensiplifikasi proses antara supply dan demand. ITX hanya membuka pasar yang lebih luas hingga ke mancanegara.
"Nah, inilah yang sering dikatakan Menpar Arief Yahya sebagai More Digital More Global," ungkap Samsriyono.
Siapa saja yang bisa bergabung di ITX?
Siapa saja, pelaku industri pariwisata yang sudah berbadan hukum, baik yang masih level kecil maupun yang sudah besar. Baik yang bergerak dalam akomodasi, akses, mapun atraksi, seperti merchandise, tour guide, dan apa saja yang hendak dipasarkan melalui platform ini. Baik yang sudah punya booking dan payment system, maupun yang belum.
"Kalau tidak segera bergabung, sayang banget," kata Samsriyono, yang mantan Dirut PT Lintas Arta, dengan produk teknologi ATM Bersama itu.
ITX akan terus berpromosi secara multi channel, sebagai sales platform untuk go digital, termasuk melalui sosial media (sosmed), seperti yang digambarkan oleh Don Kardono, Stafsus Menpar Bidang Media .
"Syarat pertama, website resmi yang dikelola Dispar Pemprov, Pemkot, dan Pemkab harus terkini, menjadi own media yang agresif menampilkan video, foto, dan teks terkait destinasi. Kedua, website wajib mencantumkan calendar of events selama setahun penuh, lengkap dengan kepastian hari, tanggal, dan bulannya," kata Don.
Dua hal itu dinilai penting, terutama bagi industri yang harus terus merancang desain paket-paket wisata baru. Ini juga menjawab persoalan yang disampaikan Rizki Handayani Mustafa, Asdep Pengembangan Pemasaran Wilayah Asia Tenggara Kemenpar, yang menyebut paket-paket yang dijual selama ini monoton dan kurang atraktif.
Dengan go digital, website akan melahirkan paket-paket baru, unik, menarik, dan bisa bersaing di level global. Semakin banyak paket yang diunggah ke medsos, lalu di-mention ke originasi terkait, maka program akan efektif.
"Inilah yang oleh menpar sering disebut dengan More Digital, More Personal," lanjut Don Kardono.
Digital Dinilai Bisa Mendorong Industri Makin Kreatif
Forum itu cukup membuka wawasan para pelaku industri pariwisata yang selama ini masih menggunakan cara-cara konvensional. Go digital juga dinilai mampu mendorong industri semakin kreatif membuat paket baru.
Acara yang digelar dengan tagline "Where Luxury Meets Nature" di Magelang itu dinilai cukup menginspirasi.
Pada kesempatan itu hadir pula Hari Untoro Drajad-Staf Ahli Menpar Bidang Multikultural, Rizki Handayani Musfata-Asdep Pengembangan Pemasaran ASEAN, Vita Datau-Ketua Tim Percepatan Wisata Kuliner dan Belanja, dan Larasati Sedyanigsih-PIC Destinasi Borobudur, anggota Tim 10 Bali Baru Kemenpar.
Selain di Puri Asri, Rizki dan Vita juga menggelar kegiatan di Desa Bahasa, sebuah desa wisata yang berada di kawasan Borobudur.
Di sana hadir juga Kadispar DIY, Aries dan Kadispar Jateng Prasetyo.
"Kami terus mendorong industri untuk semakin kreatif menjual paket-paket baru yang makin menarik dan kompetitif. Kita sebagai pemberi jasa produk harus selalu memahami perkembangan selera pasar. Pasar terus bergerak. Kalau gerakan kita tidak sesuai dengan keinginan pasar, maka tidak akan pernah ketemu demand and supply-nya. Itulah kepedulian kami, agar tidak monoton dan bisa bersaing negara lain yang lebih agresif dan lebih menarik," kata Rizki.
Presiden Joko Widodo juga tergolong pro digitalize, pro go digital. Saat bertemu dispora Indonesia di Shanghai, Cina, beberapa waktu lalu, presiden mengingatkan agar belajar dari Jack Ma, pendiri Alibaba.com, platform belanja online terbesar di dunia.