Masyarakat Kanekes dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tangtu dan panamping. Kelompok tangtu dikenal sebagai Kanekes Dalam atau Baduy Dalam, yang paling ketat mengikuti adat. Mereka tinggal di tiga desa, yaitu Cikertawana, Cikeusik, dan Cibeo.
Masyarakat Kanekes tidak memakai alat elektronik, tidak menggunakan alas kaki, tidak menggunakan kendaraan untuk transportasi, dan menggunakan pakaian adat yang ditenun dan dijahit sendiri.
Mereka masih menganut kepercayaan tradisional berupa Sunda Wiwitan, yang dipimpin oleh seorang Pu’un, yang juga berkedudukan sebagai pemimpin masyarakat Kanekes.
”Sangat indah menikmati Kanekes. Di Desa Cibeo sudah langsung terasa kenyamanan sebuah permukiman adat. Sinar matahari masuk menyelinap di antara dedaunan, suara burung-burung merdu bernyanyi bersahutan. Suasananya sangat tenang,” kata Arman.
Perpaduan masyarakat adat yang hangat dan alamnya masih terjaga dengan baik dan jarang dijumpai di kota besar, termasuk Jakarta. Udara di kawasan ini masih segar, tanpa polusi dan bersih, tanpa sampah berserakan.
Untuk sampai Desa Cibeo, Anda akan melalui kelompok masyarakat panamping, yang dikenal sebagai Kanekes Luar atau Baduy Luar. Kelompok masyarakat ini telah mengenal teknologi dan alat elektronik, serta sudah menggunakan pakaian yang modern.
”Namun kita masih bisa mengenali masyarakat ini dengan ciri khas mereka, yaitu menggunakan ikat kepala berwarna hitam,” kata Arman.
Kepercayaan masyarakat Kanekes Luar sudah bercampur dengan masyarakat pada umumnya. Mata pencaharian mereka adalah bertani, namun masih membuat tenun yang biasa digunakan sebagai suvenir.
”Inilah yang akan kami kedepankan di Festival Baduy yang pertama kalinya ini,” tandasnya.
Tanjung Lesung, Banten, merupakan sebuah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata tengah dibangun sebagai amenitas baru. Proses pembangunan jalan tol Serang-Panimbang, menurut Menpar Arief Yahya sedang dalam proses.