Ke Swiss, Menpar Pastikan Pariwisata Indonesia Right on Track

Ririn Indriani Suara.Com
Kamis, 22 September 2016 | 14:00 WIB
Ke Swiss, Menpar Pastikan Pariwisata Indonesia Right on Track
Menpar Arief Yahya. [Dok. Kemenpar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Apakah pariwisata kita sudah tepat? Sudah right on track? Sebaik apa? Tetangga sebelah bisa melakukannya lebih baik. Lalu di mana kesalahan pariwisata kita? Darimana membetulkannya?

Pertanyaan-pertanyaan ini berkecamuk di benak Menteri Pariwisata, Arief Yahya.

Atas alasan itulah ia datang ke markas World Economic Forum (WEF) di Geneva, Swiss. Ia ingin mendapatkan potret pariwisata Indonesia dalam standar global, sesuai metode ukur yang paling dipercaya lembaga internasional.

Istilah Arief adalah kalibrasi, yaitu memotret keadaan yang sesungguhnya dengan alat ukur, bahan ukur, satuan ukur, dan kriteria berdasarkan standar dunia yang diakui oleh lembaga kredibel dan dijadikan acuan internasional.

WEF mengeluarkan Tour and Travel Competitiveness Index (TTCI), yang berisi 14 pilar dan 92 indikator yang dihitung dan dirilis setiap 2 tahun sekali.

“Kalau kita ingin memenangkan persaingan global, maka sejak awal harus menggunakan standar global. Kalau ingin juara dunia, ya harus berani terbuka dan siap dibandingkan dengan semua negara yang sudah menggunakan ukuran dunia. Kita harus outword looking, melihat apa yang dilakukan dan sedang terjadi di luar sana, agar tidak merasa paling jago di kandang sendiri,” ujarnya mengawali pertemuan dengan tim TTC-WEF, Geneva, beberapa waktu lalu.

Ia menyadari, target 2019, dengan 20 juta kunjungan bukanlah sulap. Itu berarti, pemerintah berharap devisa menjadi 20 miliar dolar AS, dari sebelumnya 10 miliar dolar AS. Ini merupakan angka paling fantastis yang dipatok Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan tidak ada pilihan lain kecuali mencapainya dengan cara profesional.

“Hasil yang luar biasa, tidak bisa dicapai dengan cara-cara biasa! Hasil yang luar biasa, harus ditempuh dengan cara yang tidak biasa. Untuk itulah, sejak awal kami sudah mengadopsi 14 pilar WEF untuk memotret destinasi wisata Indonesia, termasuk 10 Bali baru atau 10 top prioritas,” katanya.

WEF Apresiasi Menpar
Sementara itu, Head of Asia Pacific Region/Executive Board Member of WEF, Justin Wood, menyatakan cukup terkesan dengan presentasi data dan angka dari menpar.

Ia didampingi oleh timnya, Thierry Geiger, Associate Director, Economist, Global Benchmarking Network, Global Competitivesess and Risk WEF, Roberto Crotti, Quantitative Economist and Manager with the Global Competitiveness and Risk WEF, dan Oliver Hess, Community Specialist, Asia Pacific WEF.

Justin mengapresiasi semangat menpar, karena harus mencapai dobel target pada 2019. Proyeksi yang mungkin dianggapnya superoptimis, bahkan kelewat percaya diri untuk Indonesia, yang selama ini tidak pernah menempatkan sektor pariwisata sebagai core economy.

“Bagaimana caranya? Lima tahun bukan waktu yang panjang?” tanya Wood seakan tak percaya dengan dengan target itu.

Menurut Arief, Presiden Jokowi dan para kepala daerah serius menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas. Aapalagi setelah melihat tren minyak dan gas bumi, batu bara, dan minyak kelapa sawit yang terus menurun, baik harga maupun angka produksinya.

“Pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar pada 2019. Itu adalah janji presiden, maka tugas kami merealisasikan dengan segala daya upaya,” kata Arief.

Bila dilihat dari sisi marketing, Kemenpar sudah menggunakan semua big name yang punya reputasi global, seperti Ogilvy sebagai konsultan kehumasan. Ada juga Google, TripAdvisor, Baido, C-Trip, Xinhua, CCTV, CNN International, Discovery Channel, National Geography, Aljazeera, NHK, CNBC, Astro, dan semua media tour and travel terbesar dunia untuk mempromosikan paket-paketnya.

“Semua yang terbaik, yang kredibel, yang punya international network. Termasuk TTCI-WEF yang menjadi barometer dan referensi para investor,” kata Arief lagi.

Berdasarkan kelembagaan dan regulasi, menpar menjelaskan, salah satu pilar, International Openess yang sudah dilakukan adalah Bebas Visa Kunjungan (BVK) dari 15 negara, yang naik 45 negara, lalu 90 negara, dan sekarang diberlakukan kepada 169 negara. Mereka bebas berkunjung ke Indonesia tanpa mengurus visa terlebih dahulu.

Lalu ada juga soal cabotage untuk cruise atau kapal pesiar berbendera asing untuk boleh menaikturunkan penumpang di 5 pelabuhan Indonesia.

Satu lagi, peraturan Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) bagi yacht atau perahu pesiar. Selama ini, yacht yang masuk ke perairan Indonesia harus melalui mekanisme izin selama tiga minggu.

Aturan itu sudah disederhanakan, tinggal 3 jam. Kemenpar terus mendorong pelayanan ini agar sama dengan Singapura, yang cukup 1 jam saja.

Perkenalkan 10 Bali Baru
Kemudian dari sisi destinasi, menpar menjelaskan soal 10 Bali baru. Menjawab pertanyaan Community Specialist Asia Pacific Business Engagement WEF, Tanah Sullivan, menpar menyebut Danau Toba-Sumatera Utara, Tanjung Kelayang-Belitung, Tanjung Lesung-Banten, Kepulauan Seribu-Jakarta, Candi Borobudur-Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru-Jawa Timur, Mandalika Lombok-Nusa Tenggara Timur (NTT), KomodoLabuan Bajo-NTT, Wakatobi-Sulawesi Tenggara, dan Morotai-Maluku Utara.

Memang banyak kendala, jika Indonesia ingin dikalibrasi dengan standar dunia tersebut. Salah satu yang paling mendasar adalah minimnya data yang disiapkan oleh pemerintah berdasarkan 14 pilar WEF . Selain Kemenpar, kementerian dan lembaga lain belum memperbaharui data-data yang diminta.

“Kami sudah Focus Group Discussion (FGD) dengan 15 kementerian dan lembaga untuk memperbaharui data-data. Kemenpar tidak bisa mengakses sendiri, harus dibantu kementerian lain, misalnya soal kesehatan, infrastruktur, airport, keamanan, dan sebagainya. Semua data itu terkait dengan performance Indonesia dari sisi pariwisata,” kata Arief.

Pada forum WEF itu, menpar didampingi Samsriyono Nugroho, Staf Khusus Menteri Bidang Teknologi Informasi Pariwisata, Muh Noer Sadono, Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi Publik, Nia Niscaya, Asdep Pengembangan Pasar Eropa, Timur Tengah, Amerika dan Afrika, Harry Waluyo, Staf Khusus Bidang Pariwisata, Elitua Hamonangan Simarmata, Staf Khusus Bidang Pariwisata, Addin Maulana, Peneliti Bidang Pariwisata, dan Sutanto, Sespri Menpar.

Perwakilan Tetap RI di PBB yang berkantor di Geneva akan ikut membantu dan menindaklanjuti pertemuan ini. Mereka adalah Ambassador Deputy Permanent Representative RI untuk PBB,WTO and other International Organization in Geneva, RM Michael Tene dan Third Secretary Permanent Mission of the RI to PBB, WTO, and other International Organization in Geneva, Elvie Indayani.

Tentang pembaharuan data, Samsriyono, menyatakan tengah mengumpulkan semua data yang diperlukan dari15 kementerian dan lembaga terkait, yang kemudian akan diunggah ke website, agar bisa diunduh WEF.  

Awal Oktober 2016, data-data tersebut diharapkan sudah lengkap, sementara pekan ini, tim teknis akan terus berkomunikasi dan saling menukar info soal 14 pilar yang dibutuhkan WEF.

Berkali-kali Geiger menyampaikan apresiasinya terhadap menpar soal keseriusan Indonesia untuk mengkalibrasi TTCI. Hal ini merupakan langkah kooperatif yang sangat memudahkan WEF memperbaharui data.

“Data diambil dari dua hal, pertama, data resmi dari pemerintah yang sudah dilaporkan ke PBB dan lembaga dunia lain. Kemudian hasil survei yang dilakukan WEF, dengan sampel para pelaku bisnis dan pengusaha di Indonesia. Bagaimana kalau data resmi dari pemerintah tidak didapat? Kami menggunakan data yang dipakai lembaga dunia lain yang kredibel, seperti UNWTO (badan pariwisata dunia), WHO, UN, World Bank, dan lainnya,” jelas Geiger.

Croti menambahkan, saat ini WEF memang tengah memperbaharui data dan akan berlangsung hingga Desember 2016. Pengumuman competitiveness index itu sendiri baru akan dilakukan pada 2017.

Menpar ingin memastikan, apa yang dilakukan pariwisata Indonesia untuk kalibrasi tersebut benar-benar sudah tepat, sesuai standar dan alat ukur yang dipakai dunia, sehingga bisa dibandingkan dengan negara-negara lain.



REKOMENDASI

TERKINI