Ia mengingatkan agar para Chief Executive Officer (CEO), yaitu bupati, wali kota, dan gubernur serius membangun komitmen. Tanpa itu, program yang sudah dideklarasikan akan mandek dan tak bergerak.
"Saya setuju dengan branding The Light of Aceh! Cahaya Aceh. Tinggal logonya yang harus dihubungkan dengan logo national branding kita, Wonderful Indonesia atau Pesona Indonesia," kata menpar.
Mengapa harus berhubungan?
“Ada warna merah, biru, kuning, orange, dan hijau dalam kombinasi Wonderful Indonesia yang sudah dipromosikan ke seluruh penjuru dunia. Sudah habis ratusan miliar rupiah untuk mempopulerkannya. Sayang kalau tidak berhubungan," ujarnya.
Arief mencontohkan logo Halal Tourism by Wonderful Indonesia, dengan huruf Arab hak, lam, lam, yang jika disatukan akan menghasilkan kata “halal”. Unsur warnanya sudah memenuhi syarat.
"Masih cukup waktu untuk memperbaiki warna warni logo The Light of Aceh," katanya.
Selain mengisi satu sesi dalam rakor, menpar juga mengunjungi kampus Politeknik Aceh. Ia ditemani Deputi Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Ahman Sya, Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Dadang Rizky, dan Kadisbudpar Aceh, Reza Pahlevi.
Kemenpar membawahi 4 kampus pariwisata, yaitu STP NHI Bandung, STP Nusa Dua Bali, Poltekpar Medan, dan Poltekpar Makassar. Dua lagi mulai dibangun, yaitu Poltekpar Palembang dan Poltekpar Lombok.
"Sekarang, 100 persen lulusannya sudah diserap industri pariwisata, 30 persen bekerja di luar negeri. STP Bandung malah 40 persen diserap pasar asing," kata Arief, yang berasal dari Banyuwangi itu.
Politeknik Aceh sudah lama berdiri, namun belum memiliki program studi pariwisata.